Supervisi Membuat Guru “Sakit”, Kenapa?

Supervisi Membuat Guru “Sakit”, Kenapa?

- in Headline, OPINI
0

Oleh : Arif Fiandi

(Mahasiswa Pascasarjana Manajemen Pendidikan Islam UIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi)

Guru merupakan tenaga profesional yang bertugas mencerdaskan anak bangsa. Dalam menjalankan tugasnya, guru selalu dituntut untuk dapat memberikan layanan terbaik kepada peserta didik.

Sebagai tenaga propesional guru harus mampu mengikuti perkembangan teknologi dan tuntutan zaman.

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengontrol, menjaga dan meningkatkan kepropesionalan guru.

Mulai dari meningkatkan penghasilan guru dengan memberikan tunjangan profesi, memberikan pelayanan pendidikan dan pelatihan, sampai dengan menetapkan aturan harus adanya supervisi terhadap kinerja guru.

Menyorot supervisi yang dilakukan terhadap guru, apa sebenarnya supervisi itu?.

Supervisi merupakan setiap layanan kepada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan instruksional, belajar, dan kurikulum.

Secara konsep supervisi itu bertujuan untuk memberikan layanan kepada guru. Layanan agar guru selalu mendapatkan pencerahan dan bimbingan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pendidik yang profesional.

Mendapatkan layanan sebenarnya merupakan sebuah hak yang harus diterima oleh guru. Jika hak itu tidak diberikan atau tidak diterima oleh guru, seyogyanya guru berhak untuk menuntut mendapatkan layanan yang bernama supervisi tersebut.

Melalui supervisi diharapkan guru menemukan solusi dan jalan keluar dari masalah-masalah yang dihadapi guru dalam menjalankan tugasnya. Tidak ada guru yang tidak menghadapi masalah dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik.

Terkadang permasalahan yang ditemui itu tidak bisa dipecahkan dan diatasi sendiri.

Masalah yang terjadi jika tidak diatasi dan dicarikan solusinya, tentu saja akan menjadi pengganggu dan penghalang dalam mencapai tujuan pembelajaran dan tujuan pendidikan.

Untuk mengatasi dan mencarikan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi guru tersebut sangat perlu diadakan supervisi.

Supervisi yang dilakukan terhadap guru terbagi tiga jenis, sesuai dengan objek yang diamati dalam supervisi tersebut, yaitu : Pertama, supervisi akademik yang menitikberatkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu langsung berkaitan dengan lingkup kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses belajar.

Kedua, Supervisi administrative yang menitik beratkan pengamatan pada aspek-aspek administrative yang berfungsi sebagai pendukung terlaksananya pembelajaran.

Ketiga, supervisi lembaga yang menitik beratkan pengamatannya pada seluruh sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan. Lingkup cakupannya bukan tertuju langsung pada mutu kegiatan pembelajaran atau mutu layanan administrasi saja tetapi pada mutu lembaga, pada nama baik sekolah tersebut secara keseluruhan.

Dari tiga jenis supervisi berdasarkan objek yang diamati tersebut, supervisi akademik dan supervisi administrative lah yang lebih fokus dan lebih mengarah kepada guru.

Supervisi akademik yang mengarah kepada proses pembelajaran memang hanya dilakukan untuk guru, karena tugas utama guru itu adalah mengajar.

Dalam supervisi akademik ini guru mengajar diamati oleh supervisor. Supervisor itu bisa saja pengawas pendidikan, kepala sekolah, atau orang-orang yang tergabung dalam tim yang ditunjuk oleh kepala sekolah.

Supervisi administrative dilakukan dengan mengamati dan memeriksa administrasi yang berkaitan dengan kelancaran proses pembelajaran berupa perangkat pembelajaran, seperti rpp, silabus, dan lain sebagainya.

Melalui supervisi yang dilakukan terhadap guru, diharapkan terjadi perbaikan terhadap cara mengajar guru, ditemukannya solusi dari permasalahan yang dihadapi guru dan terjadi peningkatan dalam kualitas pembelajaran yang dilakukan.

Guru juga diharapkan mampu membuat administrasi pembelajaran yang baik sesuai dengan situasi dan kondisi kelas yang dihadapinya.

Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan, guru malah banyak yang keberatan dan berusaha menghindar untuk disupervisi.

Berbagai alasan dan cara dicari agar tidak disupervisi. Sungguh aneh, guru enggan menerima layanan yang menjadi haknya, enggan menerima bantuan untuk mengatasi masalahnya, dan enggan dibimbing untuk meningkatkan kompetensi dirinya.

Keengganan guru disupervisi tentu memiliki dasar latar belakang, sehingga mereka memunculkan sikap seperti itu.

Guru enggan disupervisi ada yang disebabkan faktor internal dan ada juga yang disebabkan faktor eksternal.

Faktor internal misalnya ketidak siapan mental guru untuk diperhatikan dalam mengajar di kelas.

Kehadiran supervisor untuk mengamati guru ketika sedang mengajar memang jadi beban tersendiri bagi sebagian guru.

Apalagi jika supervisor terlihat kaku dan tidak bersahabat. Maka, jadi guru itu memang dibutuhkan mental yang kuat dan siap menghadapi segala situasi.

Faktor internal lainnya bisa juga guru merasa malu diketahui kekurangan dan kelemahannya dalam mengajar.

Mungkin selama ini mengajar secara asal-asalan tanpa panduan perangkat pembelajaran.

Tidak sedikit guru yang mengajar hanya “sekedarnya” bercerita panjang entah kemana, yang penting berada dalam kelas sampai jam mengajar habis.

Bisa juga disebabkan karena guru tidak membuat administrasi pembelajaran, meskipun punya tapi hanya hasil download dari internet atau copyan dari guru yang mengajar di sekolah lain.

Walau bagaimanapun, administrasi pembelajaran yang didesain untuk sekolah lain dengan kondisi yang serba berbeda, tentu saja sulit untuk diterapkan.

Faktor eksternal yang menyebabkan guru enggan disupervisi bisa saja berasal dari diri supervisor. Misalnya sikap supervisor yang kaku dan tidak bersahabat.

Supervisor yang hanya bisa menyalahkan guru tanpa memberikan solusi dari permasalahan yang dihadapi guru. Supervisor yang suka menegur dan mempermalukan guru di hadapan siswa.

Secara jujur di kalangan guru, ketika mendengar kata supervisi merupakan momok yang menakutkan bagi guru, sebab supervisi ini dipersepsikan sebagai penelanjangan terhadap kelemahan guru dalam mengajar.

Dan banyak lagi mungkin yang menjadi alasan bagi guru yang membuat mereka enggan untuk disupervisi. Sehingga banyak guru yang tidak hadir ketika ada jadwal supervisi, karena tiba-tiba “sakit”. (***)

Leave a Reply