Dilematis Supervisi Pendidikan di Indonesia

Dilematis Supervisi Pendidikan di Indonesia

- in Headline, OPINI
0

Oleh: Indra Devi

Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Bukittinggi

Dewasa ini, tuntutan terhadap lembaga pembelajaran terus berkembang pesat. Sekolah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan warga yang senantiasa berganti dengan menciptakan keluaran pembelajaran yang bermutu serta berkarakter sebagai human capital yang mampu membagikan donasi positif terhadap warga Hingga saat sebelum jadi keluaran.

Untuk itu mereka wajib melewati proses pembelajaran yang bermutu di dasar tutorial para guru yang bermutu pula.

Sebagai lembaga pembelajaran resmi secara terencana dan strategi diharapkan mampu dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, untuk itu dibutuhkan peningkatan kualitas sumber energi manusia sekolah adalah pimpinan dan guru.

Kepala sekolah adalah pemimpin sekalian penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan yang bermutu di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah perlu meningkatkan profesionalisme serta kinerja guru di sekolahnya. Salah satu upaya yang bisa dicoba adalah melakukan supervisi pembelajaran.

Supervisor memegang peran berarti dalam meningkatkan kualitas guru agar bisa melakukan pendidikan yang lebih bermutu. Jabatan supervisor di sekolah meliputi kepala sekolah serta pengawas.

Pengawasan yang dicoba oleh kepala sekolah diatur dalam Permen Diknas No 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah.

Ukuran kompetensi supervisi kepala sekolah yang meliputi: (1) merancang program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, (2) melakukan supervisi akademik terhadap guru dengan memakai pendekatan serta metode supervisi yang pas serta (3) menyusun hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka kenaikan profesionalisme guru.

Disamping itu, pengawasan yang dicoba oleh pengawas diatur dalam Permen Diknas No 12 Tahun 2007 tentang Standar Pengawasan Sekolah/Madrasah.

Ukuran kompetensi pengawas sekolah/madrasah meliputi: (1) kompetensi karakter (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi penilaian pembelajaran (5) kompetensi riset pengembangan, serta (6) kompetensisosial.

Bersumber pada Permen Diknas no 12 tahun 2007 serta Permen Diknas no 13 tahun 2007, kalau kepala sekolah serta pengawas sekolah/madrasah mempunyai tanggung jawab dalam meningkatkan profesionalitas guru.

Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan kalau Pendidikan ialah usaha sadar serta terencana untuk mewujudkan atmosfer pembelajaran serta proses pendidikan agar peserta didik secara aktif meningkatkan kemampuan dirinya untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, warga negara daan negeri Dalam hal ini, guru ialah tokoh utama mencapai pendidikan yang bermakna.

Kedatangan guru dalam kelas dengan seluruh kegiatan yang mementingkan dirinya sendiri serta seluruh peserta didik hendak memberi warna keberhasilan maupum kegagalan proses belajar mengajar.

Tingkatkan mutu pembelajaran bukan masalah yang mudah dibutuhkan terdapatnya keterkaitan yang erat dari berbagai aspek dengan mencermati keadaan masa kemudian masa saat ini serta masa depan yang sulit diramalkan.

Menurut pandangan saya, praktek pengawasan dan supervisi yang berlansung di Indonesia selama ini masih jauh dari kategori memuaskan.

Hal ini dapat dilihat gambaran secara umum di lapangan, bahwa: guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih oleh karena itu kegaitan pengawasan atau supervisi tidak memberikan dampak perbaikan yang cukup siknifikan.

Dan diperburuk dengan kebanyakan supervisor/pengawas kurang memiliki kemampuan ataupun kopetensi dalam melakukan pengawasan/supervise terhadap guru.

Sehingga dalam prakteknya dilapangan kegiatan supervise/pengawasan hanya sebatas pemenuhan administasi saja.

Selain itu yang terjadi dilapangan dalam satu daerah/kecamatan terdapat lebih dari tiga sekolah dan hanya satu supervisor/pengawas sehingga kegiatan dari supervisor/pengawas tersebut tidak terlaksana dengan efektif/efesien.

Kemudian permasalahan lainnya adalah pada penerapan model pengawasan dan supervisi pendidikan adalah yang pertama pada Model Cooperative Profesional Development.

Model ini diperuntunkan kepada guru-guru profesional yang mempunyai motivasi dan semangat tinggi untuk menyelesaikan masalah kependidikan di sekolahnya sehingga dukungan dari kepala sekolah relatif rendah.

Yang kedua adalah Individual Profesional Development, yaitu terdapat kesenjangan yang terjadi antara jumlah pengawas dengan guru yang di awasi seperti 1 pengawas mata pelajaran PAI mengawasi 70 bahkan lebih guru PAI dalam 1 Kabupaten antara jumlah pengawas dengan guru.

Jika model ini di terapkan maka akan terjadi masalah seperti rata-rata guru di supervisi ada sekali dalam setahun bahkan ada yang beum pernah di supervisi.

Yang ketiga adalah Clinical Supervision, permasalahan di lapangan adalah guru yang memiliki masalah dalam proses pendidikan tidak akan langsung bertemu pengawas untuk menyelesaikan masalah, mereka lebih baik memendamnya sendiri.

Supervisi jenis ini memerlukan biaya dan waktu yang cukup banyak untuk melakukan supervisi klinis, karena kelemahan diperbaiki satu persatu oleh pengawas sehingga akan sangat menyita waktu dan biaya.

Kemudian Informal Supervision, Supervisi jenis ini akan banyak timbul masalah, karena guru hanya di beri saran tanpa adanya timbal balik dan penerapan saran lebih lanjut.

Kepala sekolah dengan beban kerja yang kompleks tidak akan selalu melakukan supervisi jenis ini karena mereka akan melakukan supervisi pada awal pembelajaran saja.

Dan yang terakhir adalah Suportive Supervision, Supervisi jenis ini lebih kepada pemberian dukungan leh pengawas dan kepala sekolah, sering terjadi permasalahan karena pengawas maupun kepala sekolah dengan beban kerja yang kompleks sering tidak melakukan supervisi jenis ini dan cenderung di abaikan.

Oleh karena itu seharusnya dalam pelaksanaan supervisi/pengawasan Pendidikan seorang guru lebih menghargai dan bersikap mengikuti terkait perbaikan ataupun arahan yang diberikan oleh supervisor atau pengawas Pendidikan.

Seorang pengawas atau supervisor Pendidikan adalah orang yang ahli dan memahami terkait pengawas dan supervisi sehingga kendala-kendala dilapangan dapat teratasi dan berjalan lancer.

Sebagaimana terdapat dalam Permenpan RB No 21 Tahun 2010, tentang jabatan fungsional pengawas sekolah adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas dan tanggung jawab wewenang untuk melaksanakan kegiatan pengawasan akademik atau manajerial pada satuan Pendidikan. (***)

Leave a Reply