Museum Istano Basa Pagaruyung Struktur Dan Arsitekturnya Penuh Estetika

Museum Istano Basa Pagaruyung Struktur Dan Arsitekturnya Penuh Estetika

- in BUDAYA, Headline, OPINI
0

Oleh Destia Sastra

Masyarakat Minangkabau selalu memperhatikan estetika dalam membangun. Hal ini terlihat dari bangunan rumah adat yang biasa disebut rumah “Gadang” (besar).

Rumah gadang tidak hanya indah dipandang, hal itu karena struktur dan arsitekturnya yang memperhatikan estetika dari sebuah sintesa.. Mungkin tidaklah berlebihan bila dijuluki orang Minang sudah menciptakan sebelum orang lain memikirkannya.

Saat membangun rumah masyarakat Minangkabau mengacu pada filosofi berguru pada alam.

Filosofi berguru pada alam inipun dapat kita lihat dari struktur bangunan museum Istana Basa Pagaruyung yang berjarak lima kilometer dari kota Batusangkar.

Filosofi alam takambang jadi guru ini dapat kita lihat dari bangunan museum istano Basa Pagaruyung yang mengadopsi kelarasan bodi chaniago dan laras koto piliang tetapi bangunan rumah adat Minangkabau itu dibangun berbentuk panggung atau ditinggikan dari tanah.

Museum istano Basa Pagaruyung dibangun tiga lantai, pada lantai pertama dimanfaatkan untuk menyimpan berbagai benda koleksi museum, sembilan biliak (kamar) yang dulunya ditempati putri-putri raja yang sudah menikah, dua biliak lainnya untuk ibu suri dan rajo Pagaruyung bersama permaisurinya.

Pada lantai dua ditempati putri-putri raja yang belum menikah, sementara lantai tiga dimanfaatkan untuk menyimpan senjata milik raja serta ruang untuk rapat raja tigo selo, yaitu raja alam, raja adat dan raja ibadat.

Bangunan Istano Basa Pagaruyung merupakan jejak peninggalan kerajaan Pagaruyung itu juga memiliki kolong atau kandang. Saat ini kadang museum itu dimanfaatkan untuk penyewaan pakaian adat bagi pengunjung yang berkunjung ke museum.

Tetapi kadang yang terdapat di Istano Basa Pagaruyung yang merupakan replika kerajaan Pagaruyung untuk menciptakan suasana sejuk bagi penghuni rumah.

Disamping itu kadang juga berfungsi untuk melindungi keluarga raja dari serangan binatang buas seperti ular, harimau ataupun hewan-hewan lainnya.

Zaman dulunya keberadaan kadang dibawah rumah adat dimanfaatkan untuk menyimpan alat tenun, alat,-alat pertanian serta untuk ternak, tetapi hal itu tidak berlaku bagi Istano Basa Pagaruyung.

Seluruh bagian kandang didinding mengunakan ruyuang sejenis kayu yang sangat kuat dan tahan terhadap paparan matahari maupun hujan.

Kesempulan

Museum istana Basa Pagaruyung tidak hanya indah dipandang hal itu karena struktur dan kontruksi dan arsitekturnya memperhatikan estetika yang bersintesa.

Pembangunan rumah adat Minangkabau termasuk museum istana basa Pagaruyung menganut filosofi berguru pada alam dengan memanfaatkan kekayaan lokal.

Pembagian ruang dalam museum istano Basa Pagaruyung ini juga digunakan secara profesional sesuai istana tempat tinggal raja tempo dulu.

Bangunan museum juga berbentuk rumah panggung yang memiliki kolong dan biasa disebut kandang dan bermanfaat melindungi penghuni rumah dari serangan binatang buas, serta menciptakan suasana sejuk keatas rumah.

Referensi :

  1. Syafwandi (1993). Arsitektur Tradisional Sumatra Barat.
  2. Gemala Dewi (2010), Arsitektur Vernakular Minangkabau: Kajian Arsitektur dan Eksistensi Rumah Gadang Dilihat dari Pengaruh serta Perubahan Nilai Budaya.
  3. Syamsidar (1991). Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra Barat.
  4. Ernaning Setiyowati (2010). Pengaruh Budaya dan Nilai Islam: Terbentuknya Arsitektur Vernakular Minangkabau.
  5. A.A. Navis. “Rumah Adat di Minangkabau”

Leave a Reply