Oleh Destia Sastra
Replika istana Basa Pagaruyung saat ini dimanfaatkan sebagai museum. Pengunjung dapat melihat berbagai koleksi benda museum yang terawat dengan baik dalam kotak-kotak kaca didalam istana itu.
Artefak yang berada di museum istano Basa Pagaruyung mulai dari periode awal abad berupa kapak batu kuno sampai benda koleksi tradidional.
Dari sekian banyak koleksi, kali ini penulis akan mengulas tentang Cap Mohor atau stempel logam dengan warna abu-abu.
Cap Mohor ini termasuk benda koleksi yang dapat diselamatkan dalam kebakaran hebat tanggal 27 Februari 2007, sehingga sebagian besar koleksi hangus terbakar, termasuk dokumen-dokumen penting yang ada di museum itu.
Stempel kerajaan Pagaruyung, artefak abad 18 ini setelah kebakaran dikonservasi oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya untuk menghilangkan sisa-sisa kebakaran yang menempel pada benda koleksi museum yang berbahan logam itu.
Cap Mohor kerjaan Pagaruyung ini ditulis dalam aksara Arab – Melayu. Hal itu dipengaruhi oleh masuknya agama Islam dalam lingkungan istana. Sultan Alif merupakan raja pertama dikerajaan itu yang memeluk agama Islam.
Ustad H. Aulia Rizal Lc. M.M, ahli Fikih berpendapat, cap Mohor itu mengunakan Arab – Melayu yang masih asli. Sejak masuknya agama Islam, banyak ditemukan artefak-artefak dengan aksara itu.
Terjemahan aksara yang terdapat dalam cap Mohor itu menceritakan tentang raja yang bertahta kerajaan di Nagari Pagaruyung.
Teks yang sudah;
“Sultan Tunggal Dunia Bagagar ibnu Sultan Khalīfatullāh yang mempunyai tahta kerajaan dalam negeri Pagaruyung Dārul Qarār Johan Berdaulat Zillullāh fīl ‘Ālam”.
Sultan Tunggal Alam Bagagar atau Sultan Agam Bagagar Syah yang diceritakan dalam cap Mohor itu merupakan raja terakhir Pagaruyung, sementara versi lainnya menyebutkan Sultan Tunggal Alam Bagagar cuci patrilineal dari Sultan Arifin Muningsyah.
Dalam cap Mohor itu tidak tertera masa kepemimpinan dari Sultan Tunggal Alam Bagagar Syah itu
Dalam lingkungan kerajaan Pagaruyung terdapat tiga cap Mohor yaitu cap Mohor, Rajo Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat yang masih disimpan oleh keturunan lansung Rajo Adat dan ibadat.
Pengunaan cap Mohor ini, dengan cara pengasapan yang cukup lama, agar cap pada stempel itu dapat terbaca dengan jelas.
Cap mohor Sultan Tunggal Dunia Bagagar sendiri pernah dibahas dalam disertasi Annabel Teh Gallop, sebagai satu dari ratusan cap mohor yang telah ditelitinya.
Dalam pembahasan itu ada berpendapat tentang cap Mohor itu bukti legitimasi, apakah itu hanya sebagai bukti pengukuhan atau bukan adalah bukti dari legitimasi kekuasaan atau hanya adalah “barang perhiasan” saja.
Cap Mohor itu hanya sebagai representasi dari diri Sultan Alam Bagagarsyah, sementara Kroeskamp dalam De Westkust en Minangkabau (1931) mengatakan bahwa laporan sumber Hindia Belanda hanya mencantumkan Sultan Tunggal Dunia Bagagar sebagai Regent Tanah Datar. (***)
Kesimpulan:
Cap Mohor merupakan benda koleksi museum Istana Basa Pagaruyung dari Abad ke 18 atau setelah agama Islam masuk ke Minangkabau.
Benda koleksi yang merupakan stempel Rajo Pagaruyung ini beraksara Arab Melayu, bila dialih bahasakan menerangkan tentang Sultan Alam Bagagar Syah yang bertahta di kerajaan di Nagari Pagaruyung.
Cap Mohor itu pernah disertasi Annabel Teh Gallop, sebagai satu dari ratusan cap mohor yang telah ditelitinya dan di Kerajaan Pagaruyung setidaknya ada tiga stempel yang dari masing-masing Rajo kerajaan Pagaruyung yaitu Rajo Adat, Ibadat dan Rajo Alam.
Referensi.
- Koleksi museum istano Basa Pagaruyung.
- Sumatera Barat hingga plakat panjang.
- Perjuangan Sultan Alan Bagagarsyah melawan penjajah Belanda di Minangkabau abad ke 19.