Tanah Datar, bakaba.net – Matahari bersinar terik memanggang bumi, tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat ratusan orang yang sedang melakukan Gotong Royong di Sawah Asam Jorong Batang Gadih Nagari Batipuah Baruah Tanah Datar.
Dari kejauhan saya melihat sosok Ny Afrida Rony Mulyadi berada ditenggah-tenggah areal sawah itu ikut bergotong royong bersama warga, ikut mengotong kayu-kayu ukuran yang cukup besar, ia terlihat beitu ikhlas membersihkan lahan yang sudah tertimbun pasir, agar sawah-sawah ini kembali dapat diolah kembali.
Ia mengenakan kemeja berwarna biru lembut bermotif coklat muda dilapisi rompi relawan dan sepasang sepatu bot warna orange, Ny. Afrida Rony Mulyadi mengangkat material lumpur, baik itu kayu-kayu maupun material lainnya.
Tidak jauh dari Ny. Afrida itu, terlihat sekelompok lelaki yang memotong kayu mengunakan chainsaw agar gampang dipindahkan.
Sisi lainnya juga nampak excavator yang mengeruk sungai yang masih menyisakan material yang dihanjutkan air saat terjadi banjir lahar dingin Gunung Marapi yang menerjang 6 kecamatan di Tanah Datar.
Sesekali saya lihat Ny. Afrida menghapus titik-titik keringat yang sudah memenuhi wajah cantik istri tercinta Rony Mulyadi dengan polesan make up natural.
Ia menuturkan pada lahan itu terdapat 4 hektar lahan sawah yang menguning dan direncanakan untuk dipanen pada Minggu (12/05), tetapi Allah berkehendak lain, banjir lahar dingin menyapu bulir-bulir kuning harapan petani yang telah ditunggu berbulan-bulan.
Dalam waktu sekejap, tanaman padi yang menguning itu tersapu bersih, berganti lumpur bercampur potongan-potongan kayu ukuran besar.
Saya merinding membayangkan malam kelam saat bencana dahsyat itu menerjang beberapa tempat di enam Kecamatan di Tanah Datar.
Suara gemuruh ditingkahi benturan batu-batu berukuran besar menyisakan trauma bagi orang yang melihat air besar yang menghanjutkan batu se ukuran gajah.
Kembali saya melayangkan pandangan pada Ny. Afrida Rony Mulyadi yang masih mengangkat sisa-sisa banjir itu tanpa mengindahkan matahari bersinar begitu terik, tetapi ia merasa tidak terganggu sedikitpun.
Saya melihat banyak hikmah dibalik bencana banjir lahar dingin Gunung Marapi itu, salah satulah gotong royong yang sudah mulai menghilang disebabkan oleh tuntutan hidup yang mengharuskan orang berpacu dengan waktu untuk memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat.
Tetapi ada juga yang datang hanya untuk pencitraan, berkunjung hanya 10 menit trus pasang wajah sedih, seolah-olah ikut berduka, padahal hanya drama.
Terserahlah, orang-orang bertopeng yang datang penuh drama, tetapi yang saya lihat masyarakat dan Polri serta Satgas BP ikhlas, agar sawah-sawah yang sudah tertimpun pasir itu dapat di olah lagi.
Semoga kita bisa melewati masa-masa sulit setelah bencana, bangkit dan ekonomi kembali tumbuh lebih pesat. (***)