“Alung Bunian” Tempat Menyimpan Mahkota Raja Pagaruyung

“Alung Bunian” Tempat Menyimpan Mahkota Raja Pagaruyung

- in BUDAYA, Headline, OPINI
0
Oleh: Destia Sastra.
Memasuki museum istano Basa Pagaruyung, kita seperti dibawah pada kejayaan kerajaan Pagaruyung beberapa abad yang lalu. Layaknya istana, setiap ruang di istana itu mempunyai fungsi masing-masing.
Ruang bagian depan istana merupakan tempat untuk menerima tamu-tamu dan saat ini tempat untuk menyimpan berbagai artefak koleksi museum istana Basa Pagaruyung.
Pada bagian tenggah terdapat singgasana  raja yang hias kain-kain yang menjuntai dari istana langit-langit, sementara bagian kiri merupakan anjuang rajo babandiang tempat peraduan raja dengan tiga langgam, bagian kanan anjuang perak tempat tidur ibu suri juga dengan tiga langgam, bagian belakang berderet kamar -kamar putri raja yang sudah menikah.
Di museum itu juga terdapat satu ruang yang dimanfaatkan oleh raja tigo selo untuk rapat-rapat penting yang terdapat dilantai tiga museum istano Basa Pagaruyung.
Lantai tiga museum istano Basa Pagaruyung disebut dengan mahligai. Dinding mahligai dihiasi dengan berbagai ragam ukiran sementara langit-langit terdapat ukiran jalo taserak, lantainya juga dilapisi tikar rotan.
Terlihat ada tiga peti besar yang terbuat dari kayu jati pilihan. Peti-peti itu penuh ukiran dan terlihat sangat mewah. Dalam peti yang disebut “Alung Bunian” ini raja menyimpan alat-alat miliknya seperti mahkota kerajaan.
Pada dinding mahligai terdapat senjata laras panjang yang dirampas dari tentara Hindia Belanda.
Mahligai ini pada masa kerajaan Pagaruyung juga berfungsi untuk rapat-rapat raja tigo selo dalam mengambil keputusan-keputusan penting yang berhubungan dengen kerajaan.
Kerajaan Pagaruyung sistem pemerintahannya bercorak desentralistis  dan berdasarkan hukum islam dan hukum adat yang lebih dikenal dengan “Tunggu Tigo Sajarangan atau Tali Tigo Sapilin”.
Rajo tigo selo itu yaitu, yaitu rajo adat yang bertahta di Buo yang memegang adat dan limbago, rajo ibadat di Sumpur Kudus, pemegang hukum titah Allah dan rajo alam yang bertahta di Pagaruyung dan rajo alam yang mengambil keputusan saat rajo adat dan rajo tidak bisa memutuskan persoalan-persoalan
Rajo tigo selo juga dibantu oleh empat orang menteri yang disebut “Basa Ampek Balai”, yaitu datuak bandaro  di Sungai Tarab, Tuan Kadhi di Padang Ganting, Tuan Indomo di Saruaso dan Tuan Machudun di Sumanik. (***)
Referensi:
  1. Datuak Sangguno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau, Balai Pustaka, Djakarta, 1966.
  2. Madjoindo, Aman Dt, Tjindur Mato, Kementerian PP dan K, Djakarta, 1956.
  3. Sejarah Minangkabau, 1970.
  4. Rusli Amran, Sumatera Barat Plakat Panjang, 1985

Leave a Reply