Tanah Datar, bakaba.net – Seorang politikus harus seperti pohon pisang, meski sudah dipotong berulangkali tetap tumbuh tunas baru.
Tetapi meski begitu, pohon pisang itu tidak memiliki hati, maka sering terjadi seorang teman, tiba-tiba menjadi lawan oleh seorang politikus.
Hal itu disampaikan Dr. Yuslim, S.H, M.H dalam materi pencegahan, pengawasan dan penaganan pelanggaran oleh Sentra Gakkumdu Bawaslu Tanah Datar dalam kegiatan rapat koordinasi fasilitasi Sentra Gakkumdu Tahapan Penetapan Hasil Pemilihan Umum tahun 2024 di Emersia Hotel, Senen (29/04).
Yuslim melanjutkan jika sudah terjun menjadi seorang politisi, maka harus mempunyai mental yang tidak gampang menyerah, meski kalah dalam perolehan suara dalam Pemilu.
“Kita tidak tahu kapan akan berhasil dan menang dalam Pemilu seperti Prabowo yang selalu bangkit, ketika kalah dalam Pilres,” ujarnya.
Terkait proses pelanggaran Pemilu 2024, ia mengatakan, Sentra Gakkumdu Tanah Datar sudah profesional dalam menagani kasus dugaan pelanggaran.
Sentra Gakkumdu menurutnya sudah bekerja sesuai dengan amanat UU, tetapi sangat disayangkan, wewenang yang diberikan sangat terbatas, sehingga tidak bisa memutuskan bahwa dugaan pelanggaran itu sampai pada putusan berkekuatan tetap.
Untuk itu, demi berbaikan demokrasi kedepannya dibutuhkan satu badan atau lembaga yang berdiri sendiri dan mempunyai wewenang dalam menyidangkan pelanggaran pemilu sampai putusan.
Siklus kebijakan mulai dari perumusan, implementasi, monitoring dan evaluasi, ulasnya.
Pada kesempatan itu Yuslim juga memaparkan tindak pelanggaran Pemilu 2024 sebanyak 504 kasus, dari 504 kasus itu, 380 kasus sudah mempunyai putusan tetap dan 483 orang menjadi terdakwa dan 437 orang dinyatakan bersalah.
Sementara pada pelaksanaan Pemilu 2024 di Sumatera Barat berdasarkan hasil rekap
Sumbar Rekap validasi terdapat 126 kasu temuan dan 90 kasus diregistrasi, 36 kasus tidak diregistrasi. selanjutnya 27 kasus merupakan pelanggaran dan 63 kasus bukan pelanggaran.
“Dari 27 kasus pelanggaran, 10 kasus pelanggaran admin, 10 kasus pelanggaran kode etik, 4 kasus pidana dan 3 pelanggaran ASN. (***)