Sultan Alif Raja Pagaruyung Pertama Peluk Agama Islam

Sultan Alif Raja Pagaruyung Pertama Peluk Agama Islam

- in BUDAYA, Headline, OPINI
0

Oleh Destia Sastra

Istano Basa Pagaruyung merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih tersisa dari eksistensi kekuasaan Kerajaan Pagaruyung. Kita bisa menyaksikan sebuah istana megah yang terletak di nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanah Tanjung Emas, Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar.

Istana itu sendiri mengabadikan kemegahan arsitektur dari pusat pemerintahan kerajaan. Meskipun wujud yang berdiri megah sekarang ini membangunkan bangunan, namun berbagai detail ciri khas arsitektur masih tetap sama seperti kondisi di masa lalu. Ini menunjukan masyarakat Minangkabau sudah memiliki peradaban yang sangat maju.

Istano Basa Pagaruyung dahulu merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintahan dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) berjuluk ‘Rajo Tigo Selo’.

Masa prasejarah di Minangkabau ikut mempengaruhi agama yang dianut raja-raja Pagaruyung, apalagi masa prasejarah itu cukup lama terjadi sehingga paham dan sistem religi terlihat dalam masa setelah kebudayaan Hindu-Budha dan Islam masuk.

Pada awalnya agama masyarakat Minangkabau pada awalnya percaya pada kekuatan alam. Penganut kepercayaan ini berkeyakinan setiap benda memiliki kekuatan terutama gunung, pohon besar dan kekuatan alam lainnya.

Kepercayaan animisme dan dinamisme ini percaya kepada roh-roh orang hidup pasti memiliki kekuatan dan untuk itu perlu diadakan persembahan persembahan kurban baik manusia maupun hewan. Persembahan ini bekerja sebagai alat untuk menikmati kekuatan alam seperti gunung dan kekuatan alam lainnya.

Memasuki masa sejarah dimulai dengan ditemukannya prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah Pariangan, Kuburajo, Saruaso, Pagaruyung di Kabupaten Tanah Datar, Kubu Sutan, Tanjung Medan, Koto Rao, Pancahan, Gangggo Hilia di Kabupaten Pasaman dan Padang Roco, Rambahan di Kabupaten Damasraya.

Pada abad ke-17, kerajaan Pagaruyung yang sebelumnya bercorak agama Hindu, berubah menjadi bercorak Islam dan menggantinya menjadi kesultanan Pagaruyung. Menurut Tambo adat Minangkabau, raja Pagaruyung yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Sultan Alif.

Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan Alif.

Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama mulai menghilangkan dan hal-hal pokok dalam adat diganti dengan aturan agama. Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah”, yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Qur’an. Namun dalam beberapa hal masih ada beberapa sistem dan cara-cara adat masih bertahan dan inilah yang mendorong pecahnya perang yang dimulai dengan nama Perang Padri yang awal dikenal antara Kaum Padri (ulama) dengan Kaum Adat, sebelum Belanda melibatkan diri dalam peperangan ini.

Islam juga pengaruh pada sistem pemerintahan kerajaaan Pagaruyung dengan ditambahnya unsur pemerintahan seperti Tuan Kadi dan beberapa istilah lain yang berhubungan dengan Islam. Penamaan negari Sumpur Kudus yang mengandung kata kudus yang berasal dari kata Quddūs (suci) sebagai tempat kedudukan Rajo Ibadat dan Limo Kaum yang mengandung kata qaum jelas merupakan pengaruh dari bahasa Arab atau Islam.

Selain itu dalam perangkat adat juga muncul istilah Imam, Katik (Khatib), Bila (Bilal), Malin (Mu’alim) yang merupakan pengganti dari istilah-istilah yang berbau Hindu dan Buddha yang dipakai sebelumnya misalnya istilah Pandito (pendeta)

Pengaruh islam juga mempengaruhi benda-benda yang digunakan kerajaan dan sebagian benda itu saat ini dapat kita saksikan di museum istana Basa Pagaruyung.

Sejumlah koleksi museum istano Basa Pagaruyung dipengaruhi agama islam yaitu benda-benda artefak yang beraksara arab seperti, pedang mahkota, cap mohor kerajaan.

Kedua artefak itu dapat dilihat di museum istana Basa Pagaruyung yang berjarak sekitar lima kilometer dari kota Batusangkar.

Di museum itu dapat dilihat benda-benda kerajaan Pagaruyung serta artefak bersejarah lainnya yang berhubungan dengan kerajaan mulai dari awal abad sampai benda tradisional yang terawat dengan baik.

Referensi;

  1. Batuah, A.Dt. & Madjoindo, A. Dt., (1959), Tambo Minangkabau dan Adatnya, Jakarta: Balai Pustaka
  2. Kepper, G., (1900), Wapenfeiten van het Nederlands Indische Leger; 1816-1900, MM Cuvee, Den Haag.
  3. Schniger, F. M, Kerajaan yang Terlupakan Di Sumatera, E. J Brill, Leiden, 1939.
  4. Krom, NJ A Effendi, Zaman Hindu, P.T Pembangunan Djakarta 1954.

 

Leave a Reply