Oleh Destia Sastra
Berbicara mengenai Museum Istana Basa Pagaruyung yang berada di Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas Tanah Datar ini tentu tidak bisa lepas dari Kerajaan Singosari yang melakukan Ekpedisi Pamalayu pada tahun 1275 lalu, artinya Istano yang kini menjadi ikon wisata di Sumatera Barat itu sudah dimulai dari tahun 1275.
Mengupas sejarah Istana Basa Pagaruyung dalam Ekpedisi Pamalayu itu akan mengungkap mengapa dalam kerajaan Pagaruyung itu terdapat raja yang memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Majapahit.
Dari benda koleksi museum istano Basa Pagaruyung masih ada yang menyimpan artefak yang berhubungan dengan ekpedisi pamalayu itu.
Tidak dapat dipungkiri sejarah museum istano Basa Pagaruyung berawal dari ekpedisi pamalayu, meski secara detail tidak terlihat tetapi dapat dilihat dari ragam dan corak artefak-artefak yang menjadi koleksi museum.
Seperti diketahui Raja Kertanegara memerintahkan tentara kerajaan untuk melakukan ekpedis Pamalayu ke daerah Jambi/ Malayu. Ekspedisi itu sendiri merupakan operasi militer untuk mengkonsolidasikan politik dalam negeri, merebut daerah baru di luar Jawa seperti Sumatera baik dengan cara diplomasi maupun senjata untuk mencapai hegemoni politik di Asia Tenggara, menguasai lautan terakhir menyebarluaskan ajaran agama.
Tentara Singosari memenangkan Ekpedisi Pamalayu itu dengan menguasai lembah Batanghari sampai ke Sungaidareh dan tahun 1286 Lembah Sungai Kampar Kiri dan Kanan juga berhasil dikuasai.
Tetapi peneliti dari belanda Stutterheim justru berpendaapat bahwa Ekpedisi Pamalayu itu tidak menaklukan Kerajaan Dharmasraya/Jambi dengan menggunakan senjata, teetapi diipererat dengan tali perkawinan.
Pendapat Stutterheim ini dapat dibenarkan dengan adanya pengaruh islam yang sangat kuat di Lembah Sungai Pasai dan Sungai Kampar Kiri dan Kanan.
Adanya hubungan keluarga melalui perkawinan itu dapat dibuktikan dengan tulisan pada arca Manjusri di Candi Djago tahun 1343. Adityawarman menyebut dirinya sebagai anggota keluarga Rajapatni, nenek raja Hawam Wuruk dan Adityawarman menjadi raja Malayu tahun 1347.
Adityawarman itu sendiri merupakan anak dari Dara Djingga. Ia adalah putri Srimat Tribhuwanaraja Mauliawarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya. Kerajaan ini terletak di Pulau Sumatra Minangkabau.
Adityawarman ini merupakan Raja Minangkabau pertama ini berdasarkan Pararaton, tentara Singosari yang kembali ke Jawa tahun 1294 membawa dua orang putri Malayu yaitu Dara Pethak dan Dara Djingga.
Dara Djingga dinikahkan dewa seorang kesatria tinggi dan melahirkan Adityawarman yang menjadi raja pertama di Minangkabau.
Sementara Moh. Yamin menyebutkan tentara Pamalayu yang dikirim oleh Prabu Kartanegara ke Sumatera kembali dengan dua orang putri dari Sumatera. Ketika kedua putri itu di Jawa Timur, Kerajaan Singosari sudaah runtuh, hingga dapat dipahami, mereka tidak pergi ke Singosari, Dara Pethak dalam tulisan Moh. Yamin itu timggal di Majapahit dan menjadi permaisuri raja itu.
Dalam kidung Ranggalaweh diceritakan, tentara Pamalayu yang dikirimkan oleh Prabu Kartanegara dari Singosari, datang dua lorang putri yaitu Dara Pethak dan Dara Djingga. Dari pernikahan Dara Pethak dengan Prabu Kertaradjasa lahir Kalagemet dengan gelar Jayanegara dan menjadi raja Majapahit kedua.
Dara Djinga dalam Kidung Ranggalaweh itu pulang ke Malayu dan menurunkan raja yang turun menurun dan memerintah disana.
Adityawarman anak Dara Djingga, dididik dan dibesarkan dalam linkungan keraton Majapahit itu pernah diutus sebagai duta kerajaan Majapahit ke Cina tahun 1325 – 1331, tahun 1343 tepatnya empat tahun sebelum menjadi raja Malayu, Adityawarman menjabat Mantri Perantara atau sama dengan pangkat Werdhamantri. Jabatabn yang begitu tinggi itu membuktikan Adityawarman seorang anggota keluarga raja Majapahit.
Kepulangan Adityawarman ke Sumatera tahun 1347 ini diperkirakan atas anjuran Gadjah Mada untuk mendukung program politiknya yang dikenal dengan “Sumpah Palapa” dengan tujuan menguasai seluruh nusantara dibawah naungan Majapahit.
Meski Adityawarman menjadi Raja Malayu, tetapi ia takluk dibawah raja Majapahit.
Sebagai raja, Adityawarman ditugaskan untuk merebut kembali daerah penghasi lada di Lembah Sungai Kampar Kiri dan Kanan yang sudah takluk kesultanan Aru Barumun. [***]
Referensi :
- Dirajo Dt Sangguno, Tambo Alam Minangkabau , Balai Pustaka Jakarta 1966.
- Madjoindo, Tjindur Mato, Kementrian PP dan K Djarta Tahun 1956.
- Stutterheim, W. F, De Datering Van Eenige Oost-Javaan sche Beeldengropen, TBG Deel LXXVI Batavia 1936
- Yamin M, 6000 tahun Sang Saka Merah Putih, Balai Pustaka, Djakarta 1956.