Oleh Destia Sastra
Museum Istano Basa Pagaruyung yang merupakan icon Pariwisata Minangkabau terlihat begitu megah dan indah. Berbagai motif dan bentuk ukiran memenuhi setiap sudut bangunan yang merupakan reflika istana Kerajaan Pagaruyung.
Berbagai motif ukiran tentunya mempunyai filosofi yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Filosofi-filosifi pada motif ukiran itu menjadi falsafah kehidupan masyarakat Minangkabau tersebut.
Berbicara mengenai dinding, ternyata tidak semua bagian dinding pada bangunan Istano Basa Pagaruyung itu dengan ukiran yang berwarna warni.
Pasalnya dinding bagian belakang Istano mengunakan bambu yang dijalin sedemikian rupa sehingga terlihat eksotik dan indah.
Dinding bambu bagian belakang Istano yang disebut Sasak mengunakan bambu-bambu pilihan yang sudah tua dan melalui proses pengawetan secara alami agar tidak gampang lapuk.
Pengunaan Sasak untuk dinding rumah gadang tersebut tidak hanya digunakan di Istano Basa Pagaruyung, tetapi hampir semua rumah adat yang ada di Minangkabau mengunakan Sasak sebagai dinding rumah gadang.
Mungkin sering muncul pertanyaan dari pengunjung museum istana Pagaruyung, kenapa dinding belakang istana yang dulunya merupakan pusat pemerintahan kerajaan Pagaruyung mengunakan Sasak untuk dinding, sementara bagian depan dan samping rumah bahkan sampai daun pintu dan jendela dipenuhi ukiran dari kayu-kayu pilihan.
Kontruksi Sasak yang digunakan untuk dinding museum Istana Basa Pagaruyung ternyata bukan tanpa kajian-kajian matang dari para leluhur masyarakat Minangkabau. Tetapi hal itu untuk mengantisipasi agar bangunan tidak rusak oleh bencana alam.
Seperti diketahui wilayah Minangkabau yang berbukit dan banyak ditumbuhi pohon-pohon sering terjadi bencana alam yang angin kencang.
Bila kontruksi bangunan mengunakan benda padat, seperti papan tentunya angin kencang itu dapat merusak bangunan istana Basa Pagaruyung maupun rumah gadang yang ada di Minangkabau.
Pengunaan Sasak sebagai dinding museum dan rumah gadang tentunya akan menyelamatkan kerusakan bila terjadi bencana angin kencang.
Angin yang bertiup kencang itu akan melalui celah-celah Sasak dan keluar dari bangunan Istano Basa Pagaruyung tanpa merusak bangunan itu sendiri. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Minangkabau berpikir melampaui zamannya. (***)
Kesimpulan
Kontruksi bangunan istana Basa Pagaruyung dan rumah adat Minangkabau yang sering disebut rumah gadang dirancang untuk tahan terhadap benca alam salah satunya angin kencang.
Hal itu bisa dilihat dari penggunaan Sasak untuk dinding bagian belakang istana Basa Pagaruyung. Sasak merupakan dinding yang terbuat dari bambu tetapi telah melalui proses pengawetan secara alami sehingga tahan hingga ratusan tahun.