Rangkiang Simbol Kesejahteraan Masyarakat Minangkabau

Rangkiang Simbol Kesejahteraan Masyarakat Minangkabau

- in BUDAYA, Headline, OPINI
0

Oleh: Destia Sastra

Rangkiang yang biasanya berdiri di rumah-rumah adat Minangkabau berfungsi untuk menyimpan padi dari sawah kaum yang dipergunakan untuk kesejahteraan kaum itu sendiri.

A A Navis seorang sejarawan dan sastrawan minang mengatakan, masyarakat minang sudah membagi hasil panen sesuai dengan prioritas keperluan dan disimpan dalam rangkiang. Hal ini menyebabkan kebutuhan primer masyarakat setempat selalu terpenuhi, bahkan tidak ada yang terserang gizi buruk.

Ada empat macam rangkiang di Minangkabau yaitu rangkiang si bayau-bayau, rangkiang si tangguang lapa, rangkiang si tinjau lauik dan rangkiang kaciak.

Untuk keperluan makan sehari-hari,  masyarakat minang menyimpannya di rangkiang si bayau-bayau, ukuran rangkiang juga lebih besar dibanding rangkiang lainnya.

Padi yang disimpan di rangkiang si tangguang lapa digunakan saat terjadi gagal panen, atau ada serangan hama yang menyebabkan panen gagal, tapi kebutuhan makan kaum akan tetap terpenuhi.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang tidak bisa dibuat, padi yang disimpan dalam rangkiang si tinjau lauik akan dijual dan hasil penjualannya akan dibelikan untuk kebutuhan mendesak itu. Sedangkan biaya untuk pengolahan sawah dan benih akan diambilkan dari rangkiang kaciak.

Dapat dipastikan masyarakat Minangkabau sangat piawai dalam mengelolah hasil panen, sehingga terpenuhi kebutuhan kaum.

Rangkiang itu sendiri melambangkan kesejahteraan ekonomi dan jiwa sosial yang dimiliki oleh orang Minangkabau.

Dalam komplek museum istano Basa Pagaruyung pada sisi kiri bangunan terdapat rangkiang yang cukup besar. Rangkiang dibangun diatas batu tapakan yang disusun sedemikian rupa sehingga permukaannya menjadi datar.

Bangunan rangkiang ditunjang dua belas tiang, tiang-tiang ini juga diletakan diatas batu sandi, dinding bangunan mengunakan tadia. Tadia itu bambu yang dianyam sehingga padi di dalam rangkiang tidak lembab.

Sedangkan atap rangkiang berbentuk gonjong dengan memanfaatkan ijuk sebagai atap, pada salah satu dinding singkok atau loteng terdapat pintu kecil yang berfungsi untuk memasukan dan mengeluarkan hasil panen.

Untuk mengeluarkan dan memasukan padi dari rangking akan digunakan tangga yang biasanya disimpan di bawah kolong rangkiang.

Untuk mencapai halaman rangkiang, terdapat lima undakan anak tangga, hal itu diartikan sebagai rukun islam. Filosofi Adat Basandi Syara, Syara Bersandi Kitabullah menjadi acuan dalam membangun museum istano Basa Pagaruyung.

Pelajaran yang dapat dipetik dengan keberadaan rangkiang dalam komplek museum istano Basa Pagaruyung melahirkan sebuah pemahaman agar selalu berhemat serta cadangan bila terjadi kondisi yang terburuk.

Berhemat dan memiliki cadangan sudah menjadi kebiasaan masyarakat Minangkabau sejak berabat-abat lamanya. Hal itu dituangkan dalam pepatah, “ado jan dimakan, ndak ado baru dimakan”,

Pepatah diatas mempunyai arti saat masih ada, maka cadangan yang terdapat dalam rangkiang  jangan digunakan, tetapi ketika persediaan sudah tidak ada maka cadangan itu yang dimanfaatkan.

Rangkiang mengajarkan masyarakat Minangkabau berfikir yang lebih maju serta siap dalam menghadapi kondisi terburuk sekalipun. (***)

Sumber:

  1. A A Navis 
  2. Syamsidar (1991). Arsitektur Tradisional Daerah Sumatra. Barat 

Leave a Reply