Jakarta, bakaba – Puan Puti Reno Savita Sutan Aswar yang biasa disapa dengan uni Atitje seorang sosiolog dan budaya Indonesia sangat eksis dan peduli terhadap eksistensi kain tradisional. Bahkan untuk membuktikan esistensinya itu, dia terjun total untuk membina pengrajin kain tradisional Indonesia di Sumbar, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Jambi.
Khusus untuk songket Minangkabau uni Atitje yang merupakan tokoh batik ini dalam “Pesona Songket Minangkabau”, mempersembahkan buku bertajuk the songket of Minangkabau raising hidden threads. Uni Atitje berencana meluncurkan karya yang melalui penelitian lapangan selama 19 tahun itu pada Rabu (02/05). Kegiatan bertempat di rumah Panarukan Menteng Jakarta Pusat.
Kegiatan peluncuran direncanakan dihadiri oleh tokoh-tokoh Nasional asal Sumatera Barat dan alumni Mahasiswa desain tekstil seni rupa dan desain dari Trisakti, ITB, IKJ dan Peguruan Tinggi lainnya. Dalam kegiatan juga ditampilkan fashion show busana tradisional Minangkabau, musik dan seni, serta tari tradisional Minangkanau, juga ada pameran dan mini bazar.
Sementara pada Kamis (03/05) kegiatan dilanjutkan dengan bedah buku the songket of Minangkabau raising hidden threads di Galeri Indonesia Kaya Grand Indonesia West Mail Jakarta Pusat.
Salah seorang dari Putri Rajo Tigo Selo ini merasa sangat tertarik dengan kain tradisional ketika menuntut ilmu di Institut Teknologi Bandung. Bagi putri pasangan Sutan Aswar dan Puti Ida Martunus Sutan Aswar ini, songket Minangkabau, bukanlah sekedar kain adat yang tempo dulu merupakan pakaian para raja-raja, Permaisuri serta putri-putri Kerajaan Minangkabau.
Tetapi kain nan elegan hasil karya penuh cinta perempuan Minangkabau tersebut merupakan produk budaya yang bermatabat tinggi dan harus dilestarikan. Kain-kain songket Minangkabau dalam motifnya tertoreh doa-doa leluhur yang mengandung pesan-pesan adat istiadat, falsafah hidup serta ayat-ayat nilai kehidupan yang saling jalin menjalin menjadi sebuah identitas yang tidak lengkang oleh panas dan lapuk oleh hujan selama produk budaya itu tetap di gunakan perempuan-perempuan Minang yang terkenal angun.
Dalam setiap pencarian tentang Songket Minangkabau tersebut Atitje tidaklah setenggah hati, bahkan melakoni secara total. Dan kesempatan untuk memperdalam ilmu tentang desain tekstil itu dia dapatkan ketika suaminya tercinta yang ahli ekonomi melanjutkan sekolah ke Paris Perancis. Ecole Des Hautes Etudes En Scienced menjadi tujuannya untuk menuntut ilmu. Dengan judul tesis Evolusi Industri Tekstil Di Sumatera Barat menghantarkan perempuan cantik.nan cerdas ini meraih gelar Doktornya pada Universitas tersebut.
Setelah berhasil meraih gelar Doktor, uni Atitje tetap menjadi dosen di Trisakti dan IKJ. Tetapi ternyata Putri salah seorang Rajo Tigo Selo itu belum puas dengan capaiannya. Akhirnya dia memutuskan berhenti menjadi dosen dan terjun total membina para perajin kain tradisional di Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat, Bali dan Jambi. Berada di tengah-tengah masyarakat perajin kain tradisional ini ide-ide brilliand sang sosiolog muncul, bagaimana menghasilkan kain adat yang tergolong mahal tersebut dapat digunakan oleh seluruh golongan masyarakat Minang tanpa mengenal usia dan stratra.
Untuk itu melakukan inovasi dalam proses desain dan tenun harus terus berjalan sebagai upaya revitalisasi songket, jika produk budaya tetap dipakai sudah dapat dipastikan tidak akan mati tergerus zaman. Inovasi dan revitalisasi songket dengan pemakaian bahan baku baru dan harga cukup terjangkau menuai harapan tenun dapat dimiliki oleh semua kalangan. Harapan seorang uni Atitje sangatlah luhur, agar nilai-nilai dibalik kain adat tidak punah karena kain itu “Berjarak” dan tidak terjangkau oleh masyarakat itu sendiri. (TiA)