Nyala Mimpi Santri Yatim Piatu, Tulis Selembar Surat Haru Untuk Mama

Nyala Mimpi Santri Yatim Piatu, Tulis Selembar Surat Haru Untuk Mama

- in Feature, Headline
0

Oleh Luzian Pratama

Menjadi seorang santri memiliki cerita tersendiri yang tidak akan dirasakan semua orang. Pahit manis kehidupan di penjara suci (sebutan pesantren) dilalui hari demi hari. Adakalanya riang, kadang juga sedih yang mendalam.

Waktu sore, beradu skill mengolah si kulit bundar di lapangan beton boleh jadi sesaat melupakan semuanya. Namun ketika waktu makan datang, azan magrib menggema, kerinduan kepada keluarga di kampung membuncah kala itu, di kepala, bahkan bisa mengurai air mata.

Hadapilah segala bentuk rintangan dan tantangan dalam yang menghadang dalam menuntut ilmu dengan sikap ikhlas dan sabar, niscaya kamu akan bisa melewatinya dengan mudah. Ungkapan bijak para santri yang dimuat di berbagai platform media sosial itu, ungkapan yang sepadan untuk menggambarkan kehidupan santri pada umumnya. Hanya ikhlas dan sabar untuk menjawab rasa gelisa dan gundah di dalam jiwa.

Jumat pagi (29/07) langit Kota Serambi Mekkah tampak murung, pelan-pelan berangsur jelas kesedihannya, rintik demi rintik mulai membasahi aspal kampus Thawalib. Di pojok asrama bercat coklat tua, beberapa santri termanggu, ada yang duduk di kasur menatap keluar jendela, ada yang berdiri memangku bola dengan ekspresi kecewa, ada pula yang dikunjungi orang tua dan bercengkrama di Gazebo.

Namun Jumat kali ini memang cukup berbeda, selain langit yang murung, juga tak banyak mobil wali santri terparkir di halaman pondok. “Biasanya banyak wali santri yang datang, tapi hari ini tidak seperti Jumat sebelumnya,” Kata Azhari Andi, Koordinator Asrama Thawalib Putra.

Memang biasanya seperti itu, halaman pondok penuh kendaraan. Karena pada tahun ajaran kali ini jumlah peminat Thawalib meningkat drastis. 160 orang santri tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTS) mengharuskan Thawalib membangun gedung asrama baru.

Salah satu dari 160 orang santri itu adalah Muhammad Rafael, anak yatim piatu dari Kabupaten Solok yang memutuskan mendalami ilmu agama di Thawalib Putra.

Dikenal Santri yang Rajin dan Ceria

Rafael begitu panggilan akrabnya, dikenal dengan anak yang rajin dan ceria. Alan Juhri selaku Pembina Asrama Rafael membenarkannya.

Alan menuturkan, Rafael merupakan santri yang penurut, rajin dan ceria selama asrama. “Dia kan sering ke kantor asrama, minjam HP buat nelpon nenek atau tante. Anaknya rajin, penurut dan selalu ceria saat ketemu, ” ujarnya.

Santri bertubuh mungil itu, baru diketahui Alan sebagai yatim piatu semenjak sering bercengkrama via WhatsApp dengan mama Rafael yang notabene itu adalah tantenya.

“Saya sering komunikasi dengan tantenya, Rafael manggil tantenya itu dengan mama. Mamanya selalu pesan ke saya agar para ustadz mendidik Rafael sehingga paham ilmu agama dengan baik,” tuturnya.

Alan menyebutkan, apa yang diinginkan orang tua tersebut sangat sejalan dengan falsafah pendidikan Thawalib yakni Tafaqquh Fiddin.

Selembar surat haru untuk Mama

Hampir sebulan Rafael mengenyam pendidikan di Thawalib, pagi ini Ustadz Alan Juhri dikejutkan dengan Rafael yang menyodorkan selembar surat untuk mama tercinta. Tanggannya bergetar menyodorkan surat itu.

Dalam surat yang ditulis di atas sobekan kertas buku itu, Rafael mengungkapkan akan membanggakan mamanya. Selain itu juga berjanji membanggakan orang tuanya yang telah tiada.

Rafael dalam untaian kata di dalam surat itu meminta sang mama tak khawatir dengan kondisinya di pondok. Bahkan dia berjanji pulang dengan perubahan diri yang besar.

“Mama jangan rusuh, abang baik-baik kok, Rafael sayang mama, Rafael janji akan berubah dan berjanji akan membanggakan mama dan ayah ibu Rafael yang sudah meninggal,” tulis Rafael.

Rafael turut mengingat berbagai tingkah lakunya sebelum menempuh pendidikan di Thawalib. Dihantui rasa bersalah kepada sang mama, Rafael menyampaikan permintaan maaf yang mendalam.

Tak ayal, anak belasan tahun itu juga berjanji tak akan menyusahkan sang mama. “Mama mau kan memaafkan abang?. Abang selama ini abang banyak salah kepada mama dan nenek. Abang janji tidak akan bikin mama sedih, karena abang tau banyak tanggung jawab yang mesti mama lakukan,” ungkapnya.

Di penghujung surat, Rafael santri yatim piatu itu tak lupa mendoakan kesehatan untuk sang mama. “Mama baik-baik di kampung, mama sehat terus. Abang juga senang di sini, mama jangan khawatir. Abang jauh,” tukasnya.

Surat Rafael untuk sang mama itu, menuai berbagai respon dari ustadz di Asrama Thawalib. “Semoga kelak jadi anak sukses, anak yang soleh membanggakan ayah ibu yang telah tiada, mama dan nenek,” kata Ustadz Alan penuh haru. (***)

Leave a Reply