Festival Baluluak Bajarami Mengenal Lebih Dekat “Silek Kumango” yang mendunia itu

Festival Baluluak Bajarami Mengenal Lebih Dekat “Silek Kumango” yang mendunia itu

- in Headline, OPINI
0

Oleh Destia Sastra

Festival Baluluak Bajarami di Nagari Kumango Kecamatan Sei Tarab Tanah Datar hitungangan jam. Kegiatan satu iven satu nagari itu akan dimulai pada hari Sabtu (17/09/2022) mendatang.

Saat ini Wali Nagari Kumango Iis Zamora Putra sedang mematangkan persiapan festival baluluak bajarami. Festival itu akan digelar selama dua hari yaitu Sabtu dan Minggu mendatang.

Iis Zamora Putra anak muda kreatif ini mengatakan panggung utama kegiatan festival dipusatkan di Mesjid Amarullah Jorong Kumango Utara, dan penampilan silek pada Minggu (18/09) di Sawah Banda Bulakan Jorong Kumango Selatan.

Dalam festival selama dua hari itu, terlihat jelas, Iis Zamora dan Panitia pelaksana betul-betul menggangkat potensi non benda yaitu “Silek”.

Seperti diketahui nagari itu asal dari aliran silat terbesar dan berpengaruh luas di dunia, yaitu “Silek Kumango”. Aliran Silek itu sendiri diciptakan oleh Syekh Abdurrahman Al-Khalidi.

Syekh Abdurrahman Al-Khalidi lebih dikenal Syekh Kumango terlahir tahun 1812 dan meninggal tahun 1932 dengan nama Alam Basifat lahir di Nagari Kumango Kecamatan Sei Tarab.

Syekh Kumango muda sebelum menciptakan gerakan silek yang mendunia, pernah belajar mengaji pada Syekh Abdurahman di Batuhampar. Guru mengajinya ini merupakan seorang alim ulama hafidz Al Qur’an serta Qori yang berpengelaman menurut jalur Tashauf atau Tarikat Samaniah Baqsyabandiyah-Kalidiah).

Para tokoh dan pandeka peguruan silek lebih banyak berguru pada alam juga menjadikan hewan sebagai observasi dalam menciptakan jurus silat.

Prilaku hewan, seperti harimau, ular, burung dan satwa lainnya menjadi inspirasi dalam menciptakan jurus silek, sehingga kita sering mendengar jurus harimau, jurus ular dan jurus monyet.

Tetapi jurus-jurus “Silek Kumango” sangat berbeda dengan jurus silek lainnya, karena jurus silek yang diciptakan Syekh Kumango ini.

Syekh Abdurrahman Al-Khalidi dalam menciptakan jurus Silek Kumango menganalogikan jurus dari memahami agama islam dan pemaknaan huruf arab. Bila diperhatikan jurus “Silek Kumango” lebih banyak mengambilnya dari nilai-nilai kehidupan terhadap alam dengan berpegang pada nilai peradaban manusia secara positif.

Nilai-nilai positif beradaban itu tergambar dari empat tahapan menjadi penghormatan nilai kehidupan yaitu analogi elakan diperguruan “Silek Kumango”.

Jurus “Silat Kumango” menerapkan jurus-jurus yang lembut dan fleksibel dalam taktiknya untuk mengalahkan lawan dengan menghindar atau mengalah.

Ada empat jurus menghindar atau mengalah yaitu ilak suok, ilak kida, rambah dan cancang.

Pasilek yang menguasai “Silek Kumango”, bila diserang lawan, ia akan mengunakan jurus ilak suok dan menganggap serangan itu seorang ibu yang sedang menasehati anaknya, dalam serangan kedua menganti jurus ilak kida atau menghindar ke arah kiri sehingga lepas dari serangan musuh.

Makna yang terkandung dalam ilak kida yaitu seorang ayah sedang memarahi anaknya sehingga seorang pesilat harus memahami sebagai nasehat.

Dalam serangan ketiga, pasilek Kumango menganalogikan sebagai seorang guru yang sedang menasehati anak didiknya begitu juga pada serangan keempat, pasilek tetap mengelak karena serangan itu dianggap sebagai sebagai saudara, teman dan sahabat yang sedang marah.

Tetapi saat serangan kelima, wajib bagi seorang Pasilek Kumango melawannya dengan mengunci penyerang untuk melumpuhkan bukan untuk mematikan yang menyerang, karena dalam serangan kelima diartikan sefat manusia sudah dihingapi setan sehingga harus menegurnya.

Makna elakan dalam “Silek Kumango itu mengandung nilai-nilai kehidupan yang bijaksana, karena seorang pesilat tidak hanya dilatih jasmaninya agar sehat dan kuat tetapi juga harus ada kecerdasan emosi dan spritual.

Dalam menghindari serangan lawan, tentunya pasilek harus arif dan bijaksana. Setelah mengetahui makna terkandung dalam jurus-jurus “Silek Kumango, kita harusnya tersentak, karena jurus silek dari salah satu nagari itu mempunyai makna dan nilai-nilai budi pekerti yang mulai hilang dan langka.

Selain “Silek Kumango”, saat ini kita masih bisa menyaksikan tinggalan Syekh Abdurrahman Alkadili atau Syekh Kumango yaitu surau, tabek dan juga makam syekh itu sendiri di daerah kelahirnnya di Nagari Kumango Kecamatan Sei Tarab Tanah Datar.

Satu yang mengelitik bagi saya penulis, dari berbagai analisa dan diskusi, maka akhir kata “Silek Kumango” dan tinggalan lainnya yang berada di Nagari itu akan menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung dan belajar “Silek Kumango” lansung dari daerah lahirnya silek itu.

Untuk menghujudkan hal itu, tentunya dibutuhkan komitmen, Pemerintah Daerah bersama perantau agar daerah itu menjadi tujuan wisata budaya berikutnya, karena aliran “Silek Kumango” sudah berada di beberapa negara termasuk Belanda. (***)

Leave a Reply