Oleh : Fitrah Qalbina Syahril
Pandemi coronavirus sudah hampir delapan bulan menghajar seluruh sendi kehidupan. Masyarakat seperti terpasung oleh Pandemi itu, mereka benar-benar membatasi aktifitas diluar rumah meski banyak juga yang harus bekerja di luar sana agar dapurnya tetap berasap.
Covid 19 itu benar-benar merubah interaksi sosial ditenggah-tenggah masyarakat. Aktifitas ekonomi, pembelajaran, pekerjaan sejak merebaknya Covid 19 lebih sering dilakukan dengan gadget.
Hal ini secara tidak lansung secara tidak lansung membentuk pribadi baru, khususnya anak yang sedang dalam masa pubertas.
Interaksi melalui daring dilakukan untuk berbagai keperluan bahkan untuk memudahkan berinteraksi kita menambah berbagai aplikasi di handphone untuk penghilang suntuk. Namun tetap harus di awasi oleh orang tua, apalagi anak yang sedang masa pubertas.
Tanpa kita sadari, banyak anak yang terjerumus dalam hal negatif tersebut. Dan itu dimulai dari bersosial media yang tidak di awasi oleh orang tua.
Eisenberg menyimpulkan media
sosial dalam definisi yang lebih efektif dan mudah dipahami sebagai platform online untuk berinteraksi, berkolaborasi dan menciptakan atau membagi berbagai macam konten digital.
Namun, jika pengguna sosial media tersebut tidak bijak dalam mengelola itu ia akan terjerumus.
Seperti disalah satu grup WhatsApp, aktifitasnya diluar kewajaran, bahkan dari pantauan penulis ada anggotanya yang melakukan open order secara terbuka digroup itu.
Aktifitas yang terindikasi negatif tersebut sudah menjerumuskan anggota group untuk hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma yang terjadi ditenggah-tenggah masyarakat.
Sebut saja Melati, gadis yang masih berusia 17 tahun, karena salah masuk group akhirnya terpengaruh untuk melakukan tindakan negatif.
Penulis berpikir, bila Melati tidak segera di rangkul oleh keluarganya, mungkin gadis itu akan tumbuh ditenggah-tenggah hal negatif sehingga hal itu akan mempengaruhi phisikologinya.
Untuk mencegah hal itu, maka pengawasan orang tua sangat penting untuk mendampingi dan mengarahkan anak-anak agar hanya mengakses konten-konten yang mendidik dan sesuai dengan umur mereka.
Orang harus berperan aktif dalam menciptakan generasi cemerlang yang bijak dalam mengunakan gadget. (***)