Batu Perkasa Tipe Phallus Rupakan Nisan Makam Kuno Puun

Batu Perkasa Tipe Phallus Rupakan Nisan Makam Kuno Puun

- in BUDAYA, Headline
0

Oleh : Drs. Nurmatias

Batusangkar, Bakaba–Berita penemuan batu tagak atau batu tagak dalam dialek lokal menjadi viral sejak 3 hari yang lalu. Batu tagak bertipe phallus tersebut berada pandam pakuburan yang diistilahkan dengan puun. Berdasarkan informasi masyarakat, puun berasal dari kata “puhun” yang berarti pemohonan/panjatkan doa. Secara administratif berlokasi di Jorong Balai Tabuah, Nagari Tanjung, Kecamatan Sungayang Kabupaten Tanah Datar.

Lokasi berada di area pemakaman Suku Piliang (Datuk Marajo). Secara astronomis berada pada titik koordinat S 00° 23′ 57.5” 100° 3629.4” E. Lokasi temuan batu tagak berada pada sebuah bukit kecil dengan ketinggian 556 mdpl. Lokasi tidak begitu jauh dari pusat kota, jarak dari ibukota kabupaten sekitar 8 km dengan waktu tempuh kurang lebih 17-20 menit roda dua dan roda empat. Akses menunju lokasi batu tagak cukup mudah, dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat sampai pemukiman terakhir, kemudian dilanjutkan dengan kendaraan roda hingga ke lokasi melalui jalan beton kurang lebih 250 m.

Berdasarkan informasi dari masyarakat (kaum Dt. Marajo), pada awalnya batu tagak ini berada dalam posisi rebah, tepatnya di sisi baratlaut dari posisi batu tagak sekarang. Kemudian pada tanggal 17 Agustus 2017 ditegakkan oleh Kaum Dt. Marajo bersama masyarakat sekitar. Lokasi sebelah utara berbatasan dengan pemakaman, sebelah selatan berbatasan dengan pemakaman, sebelah barat berbatasan dengan pemakaman, dan sebelah timur berbatasan dengan pemakaman.

Batu tagak terbuat dari batu andesit yang telah mengalami pemahatan. Secara visual batu tagak tersebut berbentuk menhir bertipe phallus. Tinggi keseluruhan dari batu tagak tersebut 2 m, 60 cm tertanam dan sisanya 140 cm masih berada di atas permukaan tanah, lebar 34 bagian atas, 38 cm bagian tengah dan 41 bagian bawah. Di sekitar batu tagak tipe phallus ini terdapat beberapa batu-batu lainnya ada yang sudah dikerjakan dan adapula berupa batuan alam yang tidak dikerjakan yang masih bagian dari nisan makam (Dodi Chandra).

Batu tagak phallus atau yang saat sekarang diistilahkan dengan “batu perkasa” merupakan temuan yang unik yang menjadi perbicangan dalam beberapa hari yang lalu. Temuan batu tagak ini sampai menarik perhatian Bupati Tanah Datar, serta Dinas Pendidikan, Camat Sungayang, Kapolsek Sungayang, Wali Nagari dan perangkat dan juga kaum dari Dt. Marajo sendiri.

Pada hari Senin, 21 Agustus 2017 Bupati Tanah Datar, Drs. H. Irdinansyah Tarmizi beserta rombongan melakukan observasi ke lokasi temuan batu tagak tersebut. Kemudian, setelah itu, tim dari BPCB Sumatera Barat kemudian melakukan penjajakan temuan tersebut yang diketuai Drs. Teguh Hidayat, M.Hum (Kasi Pelindungan, Pengembangan, Pemanfatan) kemudian 2 orang staf (Dodi Chandra, S.Hum, Surya, ST).

Penjajakan ini merupakan bagian tugas dan fungsi Balai Pelestarian Cagar Budaya yaitu mengumpulkan data tinggalan yang diduga cagar budaya. Selain itu, bentuk tindakan cepat dalam rangka penyelamatan dan pengamanan objek yang masih dalam ketogori diduga cagar budaya. Karena pada prinsipnya, tindakan pelestarian terhadap Cagar Budaya dan yang masih diduga Cagar Budaya memiliki porsi yang sama dalam Undang-Undang no. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Dari hasil observasi di lapangan didapatkan data teknis terkait dengan batu tagak tipe phallus dan temuan sekitar batu tagak tersebut. Di sekitar objek terdapat beberapa batu-batu lainnya seperti batu koncek (kodok), lesung batu, nisan bungo, dan nisan makam lainnya yang bertipe hulus keris, tipe balok dan nisan tanpa pengerjaan (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Analisa awal dari hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa batu tagak yang berada di Puun, Jorong Balai Tabuah, Nagari Tanjung Sungayang tersebut bukan dalam pengertian menhir dari budaya megalitik (masa prasejarah). Melainkan bentuk “nisan menhir” yang dapat ditafsirkan sebagai tradisi megalitik dan/atau tradisi berlanjut dari masa prasejarah ke masa Islam.

Batu tagak/menhir di lokasi ini merupakan tanda makam (masa Islam) yang terlihat pada orientasi nisan makam yang sudah Utara-Selatan yang berarti sudah menghadap kiblat. Gejala budaya yang muncul disini adalah tradisi berlanjut dalam pemakaian batu tegak sebagai tanda kubur pada masa megalitik ke nisan di zaman Islam Islam (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Menurut Ambary (1998), Islam pada beberapa aspek berkesinambungan dengan anasir budaya dari etnis tertentu (permanensi etnologis) yang telah muncul jauh sebelum Islam itu sendiri diterima masyarakat. Bentuk permanensasi etnologis yang dapat diamati adanya adanya tradisi “nisan makam” yang menggunakan batu berbentuk menhir.

Karena dalam disiplin ilmu arkeologi, menhir/batu tegak adalah batu yang didirikan/tegak yang berfungsi sebagai batu peringatan dalam pemujaan arwah leluhur (Soejono, 1993: 321). Ditambahkan pula bahwa karena menhir media untuk penghormatan arwah leluhur dalam tradisi megalitik. Karena pada prinsipnya pemahaman “tradisi berlanjut” ini lebih pada bentuk visual dari artefaknya saja, namun memiliki perbedaan dalam hal fungsi dan pemanfaatan dari objek tersebut.

Dengan demikian kontinuitas tradisi megalitik yakni penggunaan menhir sebagai nisan kubur, menandai karakteistik Islam yang sangat akomodatif terhadap paham-paham lokal yang merupakan bentuk kepercayaan terhadap leluhur yang diwarisi sejak zaman megalitik dan terus bertahan hingga persentuhannya dengan (Dodi Chandra).

Pemberian tanda kubur (misalnya kayu, batu) pada penguburan Islam merupakan salah satu sunnah, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim “ disunnahkan memberi tanda kubur dengan batu atau tanda lain pada bagian kepala”. Pemberian tanda makam dapat dijumpai pada beberapa situs cagar budaya yang ada di Sumatera Barat.

Pemberian tanda makam berupa menhir pada Prasejarah dapat dijumpai pada Sitsu megalitik di Kabupaten Lima Puluh Kota, seperti situs Menhir Bawah Parit, Situs Menhir Belubus, Situs Megaliti Koto Tinggi dan sebagainya. Kemudian tanda makam berbentuk menhir pada nisan makam pada masa Islam dapat dijumpai pada situs makam kuna salah satunya di Kabupaten Tanah seperti Situs Ustano Rajo Alam, Situs Makam Indomo, Situs Talago Gunung, Makam Kuna Koto Laweh dan sebagainya (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Secara prinsip antara menhir prasejarah dan nisan berbentuk menhir makam Islam mempunyai kesamaan, yaitu sebagai tanda adanya makam atau penguburan. Adanya kesamaan ini, menimbulkan pemanfaatan fungsi, terutama dari fungsi atau bentuk menhir yang berfungsi sebagai tanda kubur pada masa Islam (Wiyana, 2008: 311).

Melihat bentuk alat kelamin laki-laki (phallus) cukup banyak kita temui pada tingalan makam-makam kuno masa Islam di Sumatera Barat. Bentuk alat kelamin, pada awalnya merupakan lambang/simbol kesuburan bagi masyarakat prasejarah, namun pada masa Islam bentuk phallus lebih pada penanda bahwa yang dimakamkan adalah berjenis kelamin laki-laki, berbeda dengan bentuk pipih seperti pedang merupakan makam perempuan. Selain itu, bentuk phallus juga sebagai tanda yang dimakamkan adalah pemuka adat (penghulu) (Dodi Chandra).

Dari data lapangan, didapatkan pula bahwa pada awalnya lokasi “batu perkasa” tersebut dikelilingi oleh batu-batu sungai sebanyak 2 lapis yang sekilas seperti jirat makam. Namun, penambahan jirat pada batu tagak tipe phallus dapat ditafsirkan pula memiliki maksud dan tujuan yang khusus.

Kemungkinan pemberian jirat yang melingkari batu tagak tersebut bertujuan untuk memberikan kesan keramat, dan atau menjadi sentral magis/pusat magis bagi orang yang mengunjungi lokasi tersebut. Ambary (1998) mengatakan soal pengkeramatan makam, tampaknya hal tersebut sudah menjadi tradisi sebagaian besar masyarakat Muslim di Wilayah Nusantara.

Keletakakan dari beberapa makam kuno di Puun tersebut yang sekilas tanahnya ditinggikan yang mungkin bermaksud untuk lebih mengagungkan dari orang yang dimakamkan di lokasi tersebut. Dapat pula dipahami bahwa lokasi tersebut merupakan pandam pakuburan (pemakakan) kuno dari para leluhur Kaum Dt. Marajo. Sehingga, kemudian ketika masyarakat dari Kaum Dt. Marajo meninggal, lokasi pemakaman berada sisi selatan dari pemakaman lama (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Kedepannya, perlu dilakukan survei lanjutan untuk mendata seluruh tinggalan yang adadi sekitar lokasi temuan menhir tipe phallus tersebut dalam rangka untuk melengkapi data agar dapat dipakai nantinya dalam rangka pelestariannya.

Kemudian, diharapkan kedepananya perlu perhatian bersama baik dari nagari, kecamatan dan pemerintah daerah dalam melindungi dan melestarian tinggalan masa lalu yang mempunyai nilai penting baik bagi pendidikan, sejarah lokal, agama dan sebagainya. Karena tinggalan makam kuno di Puun, Balai Tabuah merupakan bagian dari sejarah Nagari Tanjung (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar).

Saaat sekarang, lokasi temuan batu tagak berbentuk alat kelamin laki-laki tersebut telah diberi police line (garis polisi) oleh Polisi Sektor Sungayang dalam rangka pengamanan agar batu tersebut tidak dicuri dan/atau hilang oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Hingga saat tim BPCB Sumbar melakukan survei, warga masih banyak yang berdatangan karena penasaran dengan batu tagak tersebut (Teguh Hidayat, Kasi P3 BPCB Sumbar)

 

Leave a Reply