Oleh Destia Sastra
Matahari masih bersinar terik memanggang bumi. Aku mencoba menutup tanganku agar tidak terpapar panasnya sinar matahari pada Minggu terakhir Ramadhan 1440 H. Hari itu Jum’at 31 Mei 2019 tepatnya sebulan yang Polres Tanah Datar kembali melakukan aksi sosial berbagi dengan keluarga-keluarga yang membutuhkan.
Aku selalu berusaha menyempatkan waktu agar bisa bergabung dengan setiap kegiatan yang dilakukan orang nomor satu dijajaran Polres Tanah Datar itu, jangan ditanya alasan kenapa aku lebih tertarik dengan setiap kegiatan di lembaga Polri itu.
Aku melirik jarum jam yang sudah menunjukan pukul 14.40, WIB, Mapolres sudah dipenuhi oleh ibu-ibu berbaju pink terlihat juga Ny. Nila Bayuaji yang merupakan pembina Bhayangkari di Mapolres Tanah Datar.
Giat kali ini Kapolres Bayu memang sengaja mengajak ibu-ibu Bhayangkari untuk berbagi dengan keluarga kurang mampu agar Bhayangkari itu nantinya terketuk hatinya untuk membantu saudara-saudara yang kurang beruntung.
Dan siang pada sinar matahari bersinar terik itu kami menyaksikan seorang bapak dalam rumah yang berukuran sempit, dia melihat anak semata wayangnya mencoba bermain dengan seorang ibu cantik yang tidak lain adalah Ny. Nila Bayuaji.
Wajahnya terlihat bahagia ketika anaknya mencoba merespon setiap candaan yang disampaikan Ny. Nila, terkadang ada senyuman yang menghias bibir putri kecilnya lain waktu dia melihat jemari-jemari putrinya mengulur dan menyentuh meski terlihat hal itu dilakukannya dengan susah payah.
Seharusnya pasangan Novianti dan Oswendi ini harusnya bisa melihat putri cantiknya itu tumbuh besar dan bermain layaknya anak seusianya, tetapi takdir Allah berkata lain meski sudah berusia 10 tahun anak semata wayangnya itu masih terbaring lemah dan semua kebutuhan sang anak baik itu mandi dan buang air di bantu oleh dirinya bersama sang istri.
Oswendi dan keluarga besarnya sudah berusaha untuk mengobati penyakit putri mereka baik dengan membawa ke dokter maupun pengobatan alternatif. Untuk pengobatan penyakit anaknya Oswendi dan istri sudah berusaha maksimal meski akhirnya mereka harus mengalah karena keadaan.
Laki-laki berusia 49 tahun itu hanya berprofesi sebagai seorang Garin di salah satu mesjid yang ada di Nagarinya. Untuk penambah penghasilan yang tidak seberapa dia berternak ayam dan bebek di pekarangan rumahnya.
Potret bangunan yang ditempati Oswendi bersama keluarga kecilnya sangat jauh dari ukuran layak. Bangunan berdinding atap bekas itu hanya berukuran kurang lebih 3 X 3 m2, pada dinding bangunan itu terdapat banyak lubang-lubang kecil mungkin lubang itu bekas paku yang dicabut. Sementara untuk keperluan memasak Oswendi membagi lagi ruangan itu dengan papan-papan yang sudah lapuk dimakan usia.
Pada sudut ruangan aku melihat sebuah karung dan panci untuk memasak, karung itu terlihat kosong, sementara pada sebuah bopet kecil terdapat berbagai keperluan putri mereka serta satu unit pesawat televisi tua yang satu-satunya alat hiburan bagi mereka sekeluarga.
Untuk mencapai hunian Oswendi ini yang yang terdapat di salah satu Nagari di Tanjung Emas, rombongan Polres Tanah Datar itu harus melalui pemakaman tua yang sempat membuat aku merinding selanjutnya melompati bandar irigasi yang tepat berada di belakang rumah Oswendi.
Usai menyerahkan bantuan sembako dan sedikit uang rombongan Kapolres Bayuaji Yudha Prajas beranjak ke rumah-rumah lainnya dengan cerita. Sementara diriku andai saja bantuan dari pemerintah itu tepat sasaran, mungkin tidak akan ada cerita sedih tentang Oswendi. Ya sudahlah aku malas berandai-andai, tapi mataku melihat roda motor yang berputar kencang seperti roda kehidupan yang terkadang berada di atas lain waktu berada dibawah. Semoga perjalanan aku bersama Bayuaji Yudha Prajas ini dapat menginspirasi untuk saling membantu sesama.