Oleh: Luzian Pratama
BAKABA.NET– Saya ingin memberinya gelar “Syekhah Pemberdaya”, mengingat kiprah besarnya untuk memberdayakan kaum perempuan. Spekterum perjuangan hebat Etek Amah begitu luas dan kompleks, spirit gerakan pemberdayaan kaum perempuan nyata terlihat dalam setiap langkah perjuangannya. Mercusuar perjuangan pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya menyinari tanah Serambi Mekkah, namun seluruh Indonesia bahkan menyeberang ke negeri tetangga.
Ibarat kata pepatah, patah tumbuh hilang berganti, selalu saja ada perempuan hebat yang menjadi motivator dan inspirator di setiap zaman. Selain nama Kartini, khususnya di Minangkabau, salah seorang perempuan bergelar Syekhah menuliskan namanya di lembaran emas sejarah peradaban perempuan hebat Indonesia. Pergerakannya begitu nyata memperjuangkan harkat martabat perempuan.
Sosok itu adalah Hajah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah, seorang perempuan yang lahir di Kota Serambi Mekkah (julukan Kota Padang Panjang) pada Desember 1900 Masehi. Rahmah El Yunusiyah lahir dari pasangan Syekh Muhammad Yunus dan Rafiah di sebuah Rumah Gadang di Jalan Lubuk Mata Kucing. Gelar Syekh yang melekat pada ayahnya mencirikan Rahmah kecil berada di lingkungan keluarga religius. Berlanjut dengan gelar Syekhah yang diterimanya dari Universitas Al-Azhar Mesir, semakin memperkuat identitasnya sebagai muslimah sejati.
Rahmah dalam berbagai literatur diceritakan sebagai perempuan hebat nan tangguh, namun dibalik semua itu Rahmah tumbuh layaknya perempuan Minangkabau umumnya pada saat itu. Dalam catatan Aminuddin Rasyad, Rahmah El Yunusiyyah dikenal dengan perempuan penurut, pemalu dan kreatif. Dia adalah seorang wanita yang suka memasak, menjahit semua pakaiannya dan membuat berbagai kerajinan tangan.
Selain tabiat feminisnya, Rahmah El Yunusiyah memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan kalangan perempuan. Buktinya adalah keikutsertaannya belajar di sekolah Diniyyah yang dipimpin kakaknya Zainuddin Labay El Yunusy, belajar kepada Syekh Abdul Karim Amrullah dan beberapa syekh ternama lainnya. Ditambah lagi di tengah kemelut masyarakat yang saat itu terkungkung dengan pemikiran bahwa pendidikan tidak begitu berarti bagi perempuan, Rahmah El Yunusiyah justru sebaliknya. Yang mana perempuan dinilai sangat pasif dan tidak bisa benar-benar berkontribusi bagi pembangunan agama dan bangsanya, Rahmah berdiri berseberangan dari pandangan umum itu.
Kondisi itu menghantarkannya pada paradigma kritis, Rahmah El Yunusiyah sangat prihatin dengan kondisi perempuan Minangkabau yang berada pada pemikiran klasik. Menurutnya, pendidikan sangat penting bagi perempuan. Dengan pendidikan, perempuan dapat meningkatkan martabat kemanusiaannya dan menghasilkan generasi penerus berkualitas. Rahmah El Yunusiyah menginginkan perempuan dalam masyarakat, tidak hanya sebagai istri yang melahirkan anak dan keturunan, tetapi juga posi lebih wajar dan layak.
Perempuan menurut Rahmah El Yunusiyah, harus memahami hak dan tanggung jawabnya sebagai istri, ibu dan anggota masyarakat. Perempuan harus mampu memenuhi peran sebagaimana yang didefinisikan dalam Islam. Semuanya itu hanya akan terjadi melalui pendidikan dan pengajaran kepada para perempuan. Pemikirannya itu tidak sebatas narasi omong kosong belaka, dijewantahkan melalui Diniyyah Puteri yang didirikannya pada 1 November 1923 di Padang Panjang.