Oleh: Shafra
Mahasiswa S3 Ilmu Syariah UIN Bukittinggi
Satu persatu duyufurrahman mulai berangkat menuju tanah haram untuk melaksanakan ibadah haji. Bagi insan yang beriman, menjadi duyufurrhman merupakan sebuah penghormatan. Bahagia yang tak terbahasakan pastinya dirasakan.
Dalam ajaran Islam, haji menempati posisi yang sangat istimewa sebagai salah satu dari lima rukun yang wajib dilaksanakan oleh setiap Muslim yang mampu. Lebih dari sekadar ritual keagamaan, haji sering diibaratkan sebagai sebuah jihad, yaitu perjuangan di jalan Allah.
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah jihad diidentikkan dengan perjuangan fisik atau peperangan. Secara harfiah, jihad berarti berjuang atau berusaha keras.
Dalam konteks agama, jihad melibatkan segala bentuk usaha untuk mempertahankan dan menyebarkan ajaran Islam, baik melalui perang (jihad qital) maupun melalui usaha spiritual, pendidikan, dan tindakan kebaikan lainnya.
Dengan demikian makna jihad lebih luas dari sekedar perang. Bagi laki-laki, salah satu bentuk jihad yang paling dikenal adalah berperang di jalan Allah untuk membela umat dan agama.
Karena itulah kemudian Aisyah RA, istri tercinta Rasulullah SAW, bertanya bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi perempuan?” Rasulullah SAW menjawab, “Ya, ada, bagi mereka jihadnya bukan berperang, tetapi melaksanakan haji dan umrah” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
Jawaban Rasulullah ini menegaskan bahwa bagi perempuan, haji dan umrah adalah bentuk jihad yang diakui oleh Allah SWT.
Melaksanakan haji dan umrah memerlukan pengorbanan, kesabaran, dan kesungguhan yang sama dengan perjuangan fisik di medan perang. Baik jihad di medan perang maupun jihad dalam haji dan umrah memerlukan pengorbanan besar.
Laki-laki yang berjihad di medan perang meninggalkan keluarganya, menanggung risiko besar, dan berjuang demi keselamatan umat.
Demikian pula, perempuan yang melaksanakan haji dan umrah harus meninggalkan kenyamanan rumah, mengorbankan waktu, tenaga, dan harta benda untuk menunaikan ibadah ini. Karena itulah jihad dalam bentuk haji ini, dibalasi dengan pahala yang besar.
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, “Haji yang mabrur tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa perjuangan dalam haji dan umrah, jika dilakukan dengan niat yang ikhlas dan cara yang benar, akan membawa pahala yang setara dengan pahala jihad di medan perang. Dengan demikian melaksanakan haji dan umrah bagi perempuan mencerminkan dedikasi dan pengorbanan yang setara dengan jihadnya laki-laki di medan perang.
Pernyataan Rasulullah SAW tentang jihad bagi perempuan melalui haji dan umrah juga menunjukkan penghargaan yang tinggi terhadap peran perempuan dalam Islam. Perempuan tidak hanya dianggap sebagai pendamping, tetapi juga sebagai pejuang yang berkontribusi signifikan dalam menegakkan agama Allah melalui ibadah dan ketaatan.
Rasulullah SAW menegasan bahwa haji dan umrah sebagai bentuk jihadnya perempuan tidak hanya untuk menunjukkan kesetaraan dalam meraih pahala besar, tetapi juga untuk mengakui peran penting perempuan dalam masyarakat Islam.
Ibadah ini menjadi sarana bagi perempuan untuk mendapatkan keutamaan yang sama dengan jihad di medan perang. Dengan melaksanakan haji dan umrah, perempuan menunjukkan komitmen dan dedikasi mereka dalam menjalankan perintah Allah. Mereka menghadapi berbagai tantangan fisik dan mental, dari perjalanan jauh hingga ritual-ritual yang membutuhkan ketahanan luar biasa.
Kesabaran dan keikhlasan mereka dalam melaksanakan ibadah ini mencerminkan kekuatan spiritual yang luar biasa.
Ada beberapa alasan yang mendasarinya haji dan umrah sebagai jihadnya perempuan. Pertama, perjuangan fisik dan mental. Melaksanakan haji dan umrah memerlukan kekuatan fisik dan mental yang besar.
Perjalanan yang panjang, terkadang kondisi cuaca yang ekstrem, dan pastinya kerumunan jutaan orang adalah tantangan nyata yang harus dihadapi. Kesabaran dan ketabahan sangat diuji selama menunaikan ibadah ini. Kedua, pengorbanan. Sama seperti jihad di medan perang yang memerlukan pengorbanan besar, haji dan umrah juga menuntut pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya.
Banyak perempuan yang harus menabung bertahun-tahun, meninggalkan keluarga, dan menanggung ketidaknyamanan fisik selama perjalanan.
Ketiga, kesucian niat dan tindakan. Melakukan haji dan umrah dengan niat yang ikhlas dan mengikuti semua rukun dan sunnahnya membutuhkan kesungguhan hati.
Ini mencerminkan perjuangan spiritual yang mendalam, di mana seorang perempuan berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mencapai keridhaan-Nya. Sehingga melalui haji dan umrah, perempuan dapat meraih derajat spiritual yang tinggi.
Ibadah ini memberi kesempatan untuk merenung, memohon ampunan, dan memperbaiki diri. Bagi banyak perempuan, perjalanan ke Tanah Suci menjadi titik balik yang membawa perubahan positif dalam kehidupan mereka.
Dengan demikian, haji dan umrah sebagai bentuk jihad perempuan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW menunjukkan betapa agungnya kedudukan ibadah ini dalam Islam.
Ibadah ini bukan hanya tentang memenuhi kewajiban agama, tetapi juga tentang perjuangan, pengorbanan, dan pencapaian spiritual yang luar biasa.
Melalui haji dan umrah, perempuan dapat meraih pahala besar dan kedekatan dengan Allah SWT, setara dengan jihad yang dilakukan oleh laki-laki di medan perang.
Jihad tidak hanya terbatas pada peperangan fisik melawan musuh, tetapi juga mencakup segala bentuk perjuangan untuk menegakkan agama Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran-Nya. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki jalan jihad mereka masing-masing yang diakui dan dihargai oleh Allah SWT.
Ini menegaskan bahwa setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki peran dan tanggung jawab dalam menegakkan agama dan mendekatkan diri kepada Allah melalui berbagai bentuk perjuangan yang mulia. (***)