Biliak Di Museum Istano Basa Pagaruyung

Biliak Di Museum Istano Basa Pagaruyung

- in BUDAYA, Headline, OPINI
0

Oleh Destia Sastra

Istano Basa Pagaruyung merupakan replika Kerajaan Pagaruyung yang sebelumnya berada di Bukit Batu Patah tepatnya sebuah bukit yang berada di belakang bangunan istana yang sekarang dimanfaatkan sebagai museum.

Meski replika, pengunjung akan merasakan berada dalam istana yang dulunya merupakan tempat tinggal keluarga raja Pagaruyung. Bagaimana tidak, bangunan bertingkat tiga itu benar-benar menghadirkan suasana kerajaan tempo itu.

Museum istano Basa Pagaruyung ini dirancang berbeda dari museum lainnya, pasalnya selain memiliki sejumlah benda-benda koleksi mulai dari awal abad sampai benda tradisional lainnya.

Kali ini penulis tidak akan mengajak pembaca bakaba.net untuk mengenal benda-benda koleksi museum, tetapi penulis akan mencoba mengajak kita semua mengkulik biliak-biliak yang ada di Istano Basa Pagaruyung.

Biliak merupakan sebutan orang Minangkabau terhadap kamar, pada lantai satu museum istana Basa Pagaruyung terdapat tujuah bilak yang berada pada barisan belakang dan dua biliak berada di perjuangan.

Tujuah biliak berjejer pada bagian balakang itu, merupakan kamar-kamar yang ditempati anak raja yang sudah menikah, dari tujuh biliak, dua biliak bagian tengah digunakan untuk ruang menuju kedapur.

Anak raja yang bertama menikah bersama suaminya akan menempati kamar bertama yang berada di dekat Anjuang Perak tepat di sebelah kanan istana. Saat anak kedua menikah, maka ia akan menempati kamar pertama, sementara anak pertama pindah ke kamar no dua begitu selanjutnya

Anjuang Perak merupakan kamar yang ditempati oleh ibu suri atau orang tua raja. Anjuang perak ini memiliki tiga tingkat yang disebut langgam.

Setiap bahasa memiliki fungsi yang berbeda, pada bahasa pertama, perjuangan perak dimanfaatkan untuk rapat-rapat tentang perempuan pada bahasa kedua tempat beristiharatnya ibu suri sementara langgam ketiga tempat ibu suri tidur.

Terdapat tiga tiang yang di cat warna kuning didepan anjuang perak itu bagian depannya terdapat empat boneka besar yang dipasangkan baju Ampek Balai.

Biliak rajo Pagaruyung berada sebelah kiri istano yang disebut anjuang Rajo Babandiang. Biliak rajo ini didominasi hiasan berwarna hitam baik itu tabia atau kain penutup biliak maupun tiga tonggak yang terdapat dianjuang Rajo Babandiang itu.

Sama dengan biliak ibu suri yang memiliki tiga langgam, biliak Rajo Babandiang ini juga mempunyai tiga tingkatan, langgam pertama difungsikan untuk rapat-rapat raja sedangkan langgam kedua tempat raja beristirahat, pada langgam ketiga raja dan permaisuri tidur.

Lantai kedua disebut anjuang paranginan. Dianjung ditempati oleh putri-putri raja yang belum menikah. Seharusnya ada lima kamar pada lantai dua ini, tetapi karena bangunan istana dimanfaatkan sebagai museum, hanya ada satu kamar disana, hal itu untuk memberi ruang gerak bagi pengunjung museum.

Dianjuang peranginan, pengunjung akan melihat beberapa piranti seperti peti besar berbahan jati penuh ukiran, kaca hias dan lemari kuno dan satu set kursi rotan. Lantai dua museum ini dulunya putri raja yang belum menikah untuk bercengkerama (belum berkeluarga atau gadis pingitan).

Kamar yang berada di anjuang paranginan lebih didominasi oleh tabiah warna kunig keemasan yang menjuntai dari langit-langit museum. Tabiah berhiaskan sulam benang emas, sehingga terlihat begitu indah.

Langit-langit ruang Anjung Paranginan ini dipenuhi dengan motif jalo taserak (alat untuk menangkap ikan) dan beberapa lampu antik juga menghiasi langit-langit pada ruang lantai dua museum itu

Kamar yang ditempati putri-putri raja yang belum menikah ini dibuat menghadap kearah belakang, berbeda dengan biliak-biliak putri raja yang sudah menikah menghadap kedepan.

Tabia Berfungsi Sebagai Daun Pintu.

Biliak-biliak di istano Basa Pagaruyung ini tidak memiliki daun pintu seperti layaknya sebuah kamar, tetapi tabiah berfungsi sebagai daun pintu biliak tersebut.

Tabia ini dibuat dengan kain-kain berwarna warni yang dihiasi sulaman benang emas. Tabia-tabiah ini lah yang disusun sedemikian rupa sehingga menyerupai daun pintu.

Jumlah tabia untuk biliak yang terdapat di Anjuang Perak dan Anjuang Rajo Babandiang berbeda dengan tabia biliak putri-putri raja.

Jumlah tabia pada Anjuang Perak dan Anjuang Rajo Babandiang sebanyak tujuh lapis, empat lapis untuk putri raja yang belum menikah dan tiga lapis tabia untuk putri raja yang sudah menikah.

Tetapi bila dijumlahkan tabiah putri raja yang belum menikah dan sudah menikah tetap berjumlah tujuh lapis tabiah.

Tiga lapis tabia untuk putri raja yang sudah berkeluarga mempunyai makna ada yang berkurang ketika perempuan Minang yang sudah menikah.

Dalam museum istano Basa Pagaruyung tidak terdapat kamar untuk putra-putra raja, karena putra raja akan tidur disurau dan sekaligus tempat belajar berbagai ilmu, mulai dari ilmu agama, bela diri, ilmu pengetahuan serta pemerintahan, sehingga putra makota siap memimpin kerajaan nantinya. (***)

Referensi:
  1. Benda koleksi istano Basa Pagaruyung.
  2. id.wikipedia.org.
  3. gpswisataindonesia.info
  4. www.nativenindonesia.com/istanapagruyung.

Leave a Reply