Belasting, Kisah Pilu Masyarakat Minangkabau Lahirkan Istilah “Melayu Kopi Daun)

Belasting, Kisah Pilu Masyarakat Minangkabau Lahirkan Istilah “Melayu Kopi Daun)

- in Feature, Headline
0
Dahulu rabab nan batangkai
Kini lagundi nan baguno
Dulu adat nan dipakai
Kini rodi nan paguno
Bait pantun yang begitu satir tersebut sangat membumi di akhir abad 18 menuju abad 19 di Sumatera Westkust. Pantun tersebut merupakan sindiran sekaligus bait lirih kehidupan masyarakat Minangkabau ketika Pemerintah Netherlands Indies melakukan belasting (pajak kopi),
Di setiap kampung dalam pelaksanaan pajak kopi di awasi oleh seorang Penghulu Rodi setingkat diatasnya di kepalai oleh seorang Penghulu Kepala (setingkat wali nagari saat ini), dan diatasnya di kepalai oleh seorang Tuan Laras (setingkat camat).
Berdasarkan arsip mengenai hasil pertanian kopi di Sumatera Westkust dapat kita lihat di ANRI dengan nomor arsip K89d: 4459  _Statistics of Government Padang Coffee Showing Production and Prices from 1826/1896_.
Sebagaimana lazimnya maka kampungku ini tidak lepas dari praktik belasting tersebut.
Memang tidak banyak yang tersisa tanaman kopi sebab telah dialihkan ke tanaman yang lebih produktif dan menghasilkan seperti kakao. Kopi yang ditanam di sini adalah jenis Robusta, hal tersebut dapat dilihat daripada ciri fisik yaitu berbatang besar, berdaun lebar, berbuah kecil.
Belasting pada zamannya telah melahirkan elit komunitas baru misalnya Tuan Laras, yang kemudian di beberapa lapangan pacuan kuda sering melakukan _show off_ Kuda pejantan ataupun melakukan pacuan kuda. Lain daripada itu, Tuan Laras menjadi sebuah cerita tragedi dalam rumah tangga ketika poligami hendak dilakukan oleh seorang Tuan Laras di Simawang.
Berita tentang pembunuhan sebagai protes oleh istri pertama Tuan Laras Simawang disiarkan dalam Sumatera Courant tahun 1894.
Kopi dan ingatan kolektif terhadap peristiwa hari lampau, sejauh mana kita menelaah hari lampau dan menjadikan refleksi untuk hari depan.
Belasting kopi menghadirkan kisah pilu bagi masyarakat Minangkabau sehingga lahirnya istilah _Melayu Kopi Daun_, jika ditelusuri lebih lanjut, saya menemukan dokumen berupa laporan yang di tulis oleh seorang Countroeleur Batipuah X Koto.
Dalam dokumen tersebut menjelaskan tentang aktifitas masyarakat untuk mensiasati menikmati kopi yaitu dengan merebus daun kopi yang telah di asapi terlebih dahulu di tungku perapian.
Pada tahun 1908 meletus konflik belasting di Sumatera Westkust, beberapa tokoh terkenal yang menentang belasting diantaranya Siti Manggopoh, dan kakek dari Muhammad Natsir. ****
#parewaraunsabalik

Leave a Reply