Batu Luak Nan Tigo Wisata Budaya Bernuansa Mistik Di Tanah Datar

Batu Luak Nan Tigo Wisata Budaya Bernuansa Mistik Di Tanah Datar

- in Feature, Headline
0

Oleh Destia Sastra

Tanah Datar Sumatera Barat di percaya sebagai daerah tertua di Minangkabau. Seperti menurut tambo dan tuturan yang ada bahwa sejarah nenek moyang orang Minangkabau yang bermula dari Nagari Pariangan. Sebuah Nagari yang terletak di Pinggang Gunung Merapi, menyebar ke tiga Luhak, yaitu Luhak Tanah Data, Luhak Agam dan Luak lima Puluh. Ketiga Luhak itu menjadi wilayah inti dari alam Minangkabau.

Sebagai daerah tertua tentu di Tanah Datar banyak kita temui benda-benda cagar budaya yang dapat menilai daerah itu sebagai daerah tertua. Sebut saja batu basurek, batu batikam, serta sejumlah tinggalan sejarah yang menceritakan tentang Adytiawarman dan kerajaan Pagaruyung. Nah kalau yang berkaitan dengan sejarah tentu sangat menarik untuk mengungkap ceritanya.

Dari sekian banyak tinggalan sejarah yang ada di Tanah Datar, penulis akan mengajak pembaca ke kaki gunung Bungsu. Gunung Bungsu ini tepat berada di belakang Istano Basa Pagaruyung.

Biar tidak bertanya-tanya lagi, kenapa saya mengajak ke kaki Gunung Bungsu tepatnya di Jorong Padang Data Nagari Pagaruyung Kecamatan Tanjung Emas Tanah Datar, ada Batu Luak Nan Tigo. Nah …. mulai bertanya-tanya kan …. yuk kita wisata budaya ke Luak Nan Tuo

Batu Luak Nan Tigo ini terdapat disebuah batu yang diperkirakan berukuran lebar 4 meter, panjang 14 meter dan tinggi 10 meter terdapat tiga buah sumur yang tidak pernah kering meski di musim kemarau panjang.

Untuk mengali tentang Batu Luak Nan Tigo ini, penulis menemui Asma (71} warga setempat yang merupakan juru kunci luak yang sudah berumur ratusan tahun itu.Nenek Asma, meski sudah tua, beliau sangat berani menceritakan kisah para leluhur terkait Batu Luak Nan Tigo itu.

Cerita awal Asma menuturkan Batu Luak Nan Tigo itu merupakan peninggalan raja-raja Pagaruyung tempo dulu, bahkan menurut cerita dari orang tua para putri-putri raja memanfaatkan air dari air dalam Batu Luak Nan Tigo untuk mandi.

Tempat itu dulunya juga dimanfaatkan sebagai lokasi pemujaan para leluhur, untuk memanjatkan doa atau berbagai permohonan, baik untuk menolak menolak bala agar kampung aman dari penyakit menular dan serangan hama.

Pengunjung yang ingin berkunjung ke Batu Luak Nan Tigo ini juga harus mematuhi peraturan tidak tertulis tetapi tidak boleh dilanggar karena bisa berdampak buruk pada pengunjung itu sendiri, seperti bisa sakit, ilang ingatan dan hal lainnya.

“Saat ke berkunjung Batu Luak Nan Tigo, pengunjung harus mengucapkan salam (Assamulaikum warahmatullahi wabarakatuh, membaca selawat dan Al fatihah,” ucap Asma.

Pengunjung dilarang mengatakan-kata kotor, takabur atau mengotori air sumur dengan meludahi apalagi mengencingi, hal itu bisa membuat penghuni Batu luak Nan Tigo bisa murka dan berdampak buruk pada orang yang melakukan.

Masyarakat setempat mempercayai Batu Luak Nan Tigo itu ada penghuni yang sering ditemui warga sedang beraktifitas di sekitar tempat itu.

“Penghuni Batu Luak Nan Tigo itu, seorang perempuan cantik yang mengunakan tikuluak berbentuk tanduk kerbau, berbaju kurung hitam dengan sarung dan ada selendang yang diselempangkan,” katanya.

Asma juga menuturkan dirinya dan suami sering menghantarkan tamu untuk berkunjung ke Batu Tigo Luak. Bahkan tahun 2017 lalu ada orang dari Bali melakukan pemujaan dan sembayang ditempat itu. Penulis selanjutnya melakukan penelusuran cerita pemujaan oleh Bali disana.

Hubungan Kerabat Diraja Pagaruyung Dengan Badung

Penulis lalu melakukan kontak telepon dengan Agung Sujana, salah seorang warga Bali yang juga ikut melakukan pemujaan dan sembayang ditempat itu.

Agung Sujana menuturkan tahun 2017 dirinya bersama 37 warga Bali mengunjungi Batu Luak Nan Tigo untuk melakukan pemujaan dan sembayang.

Sebelum melakukan pemujaan di Batu Luak Nan Tigo, 31 orang warga Bali yang merupakan keturunan dari Kerajaan Pagaruyung bersama 7 orang pendeta yang melakukan napak tilas atau klarifikasi tentang silsilah Kerajaan Pagaruyung dengan Badung, dalam penelusuran itu terungkap bahwa kerajaan Pagaruyung mempunyai hubungan kekerabatan dengan Badung Bali.

Kedatangan rombongan saat itu lansung disambut Nan Dipertuan Agung Raja Pagaruyung Alm Muhammad Taufiq Thaib Tuanku Mudo Mangkuto Alam dan beliau menganjurkan  mengunjungi Batu Luak Nan Tigo yang menurut legenda tempat bersemayamnya Ida Sri Nararya Darma atau Adityawarman.

Mereka berada di Batu Luak Nan Tigo merasakan suasana mistik yang begitu kental, dan merasakan aura leluhurnya berada disana. Dalam yang dipercaya, hubungan kerajaan Badung dan Pagaruyung di hubungkan oleh leluhur Ida Sri Nararya Darma.

Agung Sujana menuturkan Pendeta yang mendapatkan firasat setelah melakukan komunikasi dengan penghuni Batu Luak NanTigo.

Dalam komunikasi itu, ketujuh pendeta mendapat spirit yang luar biasa, karena setelah ratusan tahun tidak pernah ada yang berkunjung ke Batu Luak Nan Tigo, tetapi kembali dikunjungi oleh kerabat Kerajaan Pagaruyung yang berada di Bali.

Bahkan penuturan pendeta setelah berkomunikasi dengan penghuni Batu Tigo Luak, juga disampaikan, penghuni itu mengetahui perkembangan kehidupan kerabat Kerajaan Pagaruyung yang di Bali maupun di Pagaruyung sendiri.

Setelah melakukan pemujaan dan sembayang di Tigo Luak, kerabat Kerajaan Pagaruyung sesampai di Bali juga dibuat persembahan dan penyucian sehingga para leluhurnya lebih tenang.

“Di Bali, kita buat persembahan dan penyucian mulai dari manusia biasa mulai hidup sampai mati, ngaben dan ada upacara lanjutannya terakhir di masing-masing rumah sudaah boleh memuja betari lelangit yang paling tinggi,” tutupnya.

Wali Nagari Pagaruyung Irmaidinal  Datuak Magek ketika menuturkan Batu Tigo Luak sangat potensial untuk dikembangkan menjadi objek wisata budaya yang terhubung dengan Istano Basa Pagaruyung.

Pengembangan objek wisata itu tentunya dengan meningkatkan sarana daan prasarana objek wisata budaya, agar pengunjung nyaman dan tertarik berkunjung ke objek wisata budaya Batu Luak Nan Tigo.

Dalam pengembangan wisata tersebut dirinya bersama pemerintah sudah merencanakan pengembangan lokasi Batu Luak Nan Tigo menjadi lebih kawasan wisata kampung adat.

Pengunjung dapat dilihat melalui jalan lingkar yang menghubungkan Istana Pagaruyung dan Batu Luak Nan Tigo. Rencana pengembangan wisata itu sudah mendapat dukungan dari masyarakat, khususnya pemamfaatan lokasi tetapi butuh dukungan pemerintah daerah. [***]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply