Padang, bakaba.net — Wali Kota Padang Fadly Amran meminta maaf atas insiden perusakan rumah doa jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah Padang yang mengorbankan 2 anak terluka. Fadly pun pastikan timnya akan mengawal pembinaan dan pendidikan agama Kristen bagi anak-anak sekolah di rumah doa tersebut berjalan aman.
Hingga Senin (28/7/2025), rumah doa yang dirusak itu telah dibersihkan dari puing-puing. Garis kuning polisi juga telah dibuka.
“Pemerintah Kota Padang meminta maaf kepada keluarga (jemaat) yang hari ini terluka perasaan, jiwa, dan raganya atas insiden ini,” katanya.
Fadly menegaskan bahwa jemaat dapat melanjutkan aktivitas pembinaan dan pendidikan bagi anak-anak sekolah di rumah doa itu. Pemkot akan mengawalnya. Pemkot juga akan menurunkan dinas sosial untuk memberikan pendampingan psikologis kepada anak-anak.
“Kami akan hadir, tadi kami sampaikan, silakan melanjutkan. Tentunya akan kami kawal dari kelurahan,” kata Fadly.
Insiden di Kelurahan Padang Sarai menjadi tamparan bagi Kota Padang yang awal Juni lalu baru merilis informasi bahwa kota ini diakui sebagai salah satu kota toleran oleh Setara Institute.
Dalam Indeks Kota Toleran (IKT) 2024, Setara Institute menempatkan Padang pada peringkat ke-72 di Indonesia dengan skor IKT 4,495.
“Ini menunjukkan bahwa Kota Padang adalah kota yang penuh peduli, kota yang telah memenuhi semua argumen yang sudah ditetapkan Setara Institute. Membuktikan bahwa Kota Padang telah berhasil menciptakan lingkungan yang harmonis dan toleran di antara masyarakatnya,” katanya
Polisi memantau situasi selagi tukang membongkar jendela rusak pasca insiden pembubaran kegiatan dan pengrusakan rumah doa umat Kristen dari GKSI Anugerah Padang oleh massa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (28/7/2025) malam.
Puing-puing dibersihkan pasca insiden pembubaran kegiatan dan perusakan rumah doa Kristiani GKSI Anugerah Padang oleh massa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (28/7/2025) malam.
Menurut Fadly, ia sudah mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak atas insiden yang terjadi di RT 02 RW 09 Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah itu. Ia pun menyesali terjadi insiden ini, apalagi terjadi karena miskomunikasi. “Pastinya insiden ini kami sesali,” katanya.
Fadly menyebut, ia memahami duka dan perasaan jemaat yang terluka akibat insiden ini. Menurutnya, masyarakat Nias sejak dulu kala hidup damai dan berbaur dengan masyarakat sekitar. Adanya insiden ini menjadi catatan penting bagi semua pihak ke depannya.
Pemerintah Kota Padang meminta maaf kepada keluarga (jemaat) yang hari ini terluka perasaan, jiwa, dan raganya atas insiden ini.
Agar kejadian ini tidak kembali terulang, Fadly mengatakan, perlu peningkatan komunikasi antarsesama pemeluk agama di tengah masyarakat. Pemkot akan meminta jajarannya untuk mengidentifikasi ketika ada kegiatan keramaian baru di masyarakat yang patut pemerintah fasilitasi komunikasi antarmasyarakat dan pemerintah.
Terkait proses hukum, Fadly pun mempersilakan, bahkan mendukung, apabila jemaat yang jadi korban hendak mengambil langkah hukum terhadap para pelaku pembubaran dan pengrusakan.
“Stand pemerintah jelas, kita hidup beragam di Kota Padang, insya Allah kita hidup damai, tentunya Kota Padang mengedepankan toleransi dan kerukunan umat beragama,” ujarnya.
Kronologis berawal saat massa mendatangi dan membubarkan kegiatan jemaat Kristen GKSI Anugerah Padang di sebuah rumah doa di RT 02 RW 09, Kelurahan Padang Sarai, Minggu sore. Massa yang marah kemudian merusak rumah doa, seperti membongkar pagar, memecahkan kaca, dan menghancurkan kursi plastik.
Rekaman video peristiwa itu beredar dan viral di media sosial. Salah satu video menunjukkan para pria, sebagian membawa kayu, berteriak-teriak memaksa jemaat keluar dari rumah doa. Sembari itu, mereka memecahkan kaca jendela dengan kayu, membongkar pagar, dan menghancurkan kursi plastik, serta berbagai fasilitas lainnya.
Jemaat yang panik bergegas keluar dari rumah doa. Anak-anak pun menangis ketakutan. Setelah rumah doa kosong, warga semakin beringas melakukan pengrusakan. “Hancurin, hancurin, hancurin semua,” kata seorang pria berteriak-teriak di video.
Pasca pembubaran dan pengrusakan itu, massa perlahan meninggalkan rumah doa. Sementara itu, Pendeta Fatiaro Dachi (56), yang membina anak-anak Kristen di rumah doa tersebut terlihat menenangkan jemaatnya agar tidak melakukan perlawanan dan pembalasan kepada para pelaku.
Dachi menjelaskan, rumah doa itu baru ia bangun sebagai tempat pembinaan dan pendidikan anak-anak sekolah untuk mendapatkan nilai pelajaran agama Kristen. Sebelumnya, selama enam tahun, pembinaan anak-anak ia lakukan dengan datang dari rumah ke rumah karena jauh, sekitar 19 kilometer, ke GKSI Anugerah Padang di Kecamatan Padang Selatan.
Pendirian rumah doa itu, sudah ia laporkan kepada ketua RT dan mendapat respons baik. Kemudian, keberadaan rumah doa untuk pembinaan dan pendidikan agama Kristen bagi anak sekolah itu juga sudah disampaikan ke Kementerian Agama.
Akan tetapi, pada Sabtu (26/7/2025) malam, ia mendapatkan pesan WhatsApp dari warga yang menyebut rumah itu sebagai gereja. Katanya, warga mendapat informasi itu dari petugas yang memasukkan jaringan listrik ke rumah doa. Warga pun mengancam akan membakar dan menghancurkan rumah doa.
“Ada niat melaporkan itu ke kapolsek dan camat, tetapi bagaimana kami mau lapor, nanti kami dibilang berbohong kalau tidak terjadi (ancaman) itu. Artinya, antara iya dan tidak (ragu-ragu), saya mau pergi ke kapolsek, camat, dan lurah,” katanya kepada Wali Kota Padang Fadly Amran saat mediasi di Kantor Camat Koto Tangah.
Minggu sore, saat Dachi dan anak-anak didampingi orangtuanya berkegiatan di rumah doa, Dachi diajak ketua RT dan ketua RW ke sebuah warung terdekat. Kemudian, terjadi keributan antarwarga yang ia tidak tahu siapa. Ia memohon agar keributan itu tidak berlanjut.
“Ketika Pak RW menyatakan, ‘Bubarkan itu, jangan diizinkan,’ ramai orang memerangi itu (merusak rumah doa),” ujar Dachi.
Polisi bantu membersihkan puing-puing pasca insiden pembubaran kegiatan dan perusakan rumah doa Kristiani GKSI Anugerah Padang oleh massa di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Sumatera Barat, Minggu (28/7/2025) malam.
Dalam peristiwa itu, dua anak perempuan jadi korban kekerasan dan mendapat perawatan medis. Anak-anak itu diduga mendapat pukulan dengan kayu dan tendangan dari pelaku. Ia dan para jemaat, termasuk anak-anak, trauma atas insiden serang warga itu.
“Itu suatu trauma, melarang seperti itu. Saya sulit mengungkapkannya. Anak-anak itu pun, begitu trauma mereka, lari ke badan dan pikiran saya, sampai tidak makan sejak siang tadi,” ujar Dachi.
Versi Ketua RW
Keterangan Ketua RW 09 Kelurahan Padang Sarai Burhanuddin perihal insiden itu berbeda. Ia mengaku mengajak Dachi ke warung agar kegiatan belajar anak-anak tidak terganggu.
“Tahu-tahu orang warung itu mau menentang kita. Minta bubarkan orang itu, bawa sana. Bukan orang di sana (di rumah doa) dibubarkan. Tidak saya suruh membubarkan itu,” kata Burhanuddin dalam mediasi, Minggu malam.
Menurut Burhanuddin, sebelum hari kejadian, ia tidak kenal dengan Pendeta Dachi. Pendirian rumah doa itu juga tidak dilaporkan kepadanya selaku ketua RW. Sore itu, Burhanuddin mengaku, ia hendak meminta keterangan Dachi atas informasi pembangunan gereja yang merebak di masyarakat.
Keresahan di masyarakat terjadi ketika ada info dari petugas yang hendak memasukkan listrik menyebut tempat itu sebagai gereja. Burhanuddin pun mengaku tidak dapat informasi bahwa itu merupakan rumah doa.
“Untuk sekarang, masalah agama (pendirian rumah doa), perlu kita penuhi prosedur. Setidaknya (lapor) ke RT, RW, lurah, dan KUA,” katanya. Burhanuddin pun mengajak insiden itu dapat diselesaikan secara damai.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUP) Kota Padang Salmadanis menyerukan agar insiden ini diselesaikan secara damai dan tidak berlanjut ke ranah hukum. “Kita harus membuat pernyataan damai malam ini. Hal-hal yang terkait dengan apa yang terjadi, itu pun tidak kita bawa sebagai BB (barang bukti) ke ranah hukum,” katanya.
Dalam mediasi itu, kuasa hukum GKSI Anugerah Padang Yutiasa Fakho menegaskan, akan melaporkan insiden tersebut ke kepolisian. Proses hukum ditempuh demi mendapatkan keadilan dan kepastian hukum bagi para korban.
“Proses hukum tetap kami lanjutkan, tetap kami kawal. Untuk soal perdamaian, sebagai umat beragama tentu kami memaafkan. Tapi perbuatan para oknum itu tidak dapat kami maafkan. Proses hukum, tetap kami lanjutkan,” katanya.
Menurut Yutiasa, insiden perusakan dan pembubaran aktivitas umat Kristen ini merupakan yang kedua. Langkah hukum diambil agar kejadian serupa tidak terulang kembali. (***)