Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah)
Sumatera Barat pada awal abad ke-20, merupakan kiblat pendidikan dan ilmu pengetahuan yang ada di Sumatera.
Revormasi sistem pendidikan yang awalnya berupa sistem halaqah (Duduk melingkar), berubah menjadi sistem pendidikan yang Klasikal seperti yang kita kenal pada masa sekarang ini, dan itu menjadi sebuah tanda masuknya sebuah zaman yang baru dalam sistem pendidikan di Sumatera Barat.
Salah satu tokoh yang membawa Revormasi pendidikan tersebut adalah, Syekh Sulaiman Arrasuli, beliau lahir dicanduang (Candung, dalam ejaan bahasa indonesia), pada tanggal 10 Desember 1871.
Arrasuli adalah gelar yang dinisbahkan kepada ayahnya yang bernama Muhammad Rasul, dan ibunya bernama Siti Buliah.
Pada awalnya, Sulaiman memperoleh pendidikan agama dari ayahnya yang juga merupakan ulama terkenal dicanduang.
Selanjutnya pada tahun 1881, ia dikirim ayahnya untuk belajar kepada ulama ulama diseluruh plosok Sumatera Barat. Sulaiman, tidak hanya belajar ilmu agama, akan tetapi dia juga belajar ilmu tentang politik dan astronomi.
Pada tahun 1903, Sulaiman berangkat menuju kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji, dan seperti kebiasaan orang pada zaman itu, setelah menunaikan ibadah haji, Sulaiman tidak langsung pulang, akan tetapi menetap disana terlebih dahulu selama beberapa tahun untuk menuntut ilmu.
Di Makkah, ia belajar kepada beberapa ulama terkemuka diantaranya adalah, Syekh Ahmad Khatib al-minangkabawi. Dari Ahmad Khatib inilah Sulaiman memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan yang sangat kental, sehingga mempengaruhi kehidupannya ketika pulang kekampung halamannya.
Setelah menuntut ilmu di Makkah, Sulaiman kembali ke kampung halamannya dan membuka Halaqah yang diberi nama Surau Baru, yang kelak menjadi cikal bakal berdirinya sekolah yang sangat terkenal yaitu Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang.
Pengaruh dan didikan yang ia peroleh ketika belajar kepada Syekh Ahmad Khatib sedikit banyak mengubah Sulaiman, baik dalam bentuk pola fikir maupun tindakan, dan ini dibuktikan dengan keterbukaan sulaiman terhadap pengaruh modernisasi pendidikan yang sangat marak dan gencar dilakukan oleh tokoh tokoh nasional pada masa itu, maka atas keterbukaan tersebut pada tahun 1918, Sulaiman mulai menunjukkan geliat dan kiprahnya untuk bangsa dan umatnya melalui cara yang sangat baru, yaitu bergabung didalam organisasi Syarikat Islam, yang kemudian pada tahun yang sama ia diangkat menjadi ketua umum Syarikat Islam cabang Candung-Baso.
Dan dengan landasan serta pedoman yang dipegang kokohnya tersebut, pada tahun 1928, Sulaiman bersama teman temannya yang memiliki pandangan yang sama dalam bidang pendidikan, diantaranya adalah Abbas Padang Lawas dan Muhammad Jamil Jaho berkumpul di Canduang dan mendeklarasikan berdirinya organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), yang notabenenya adalah pendidikan dan menjadi wadah bagi berdirinya Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) di Minangkabau.
Sulaiman berpandangan, bahwa pembaharuan yang ia lakukan dalam sistem pendidikan akan sangat bermamfaat bagi masyarakat dimasa yang akan datang, mengingat pada masa itu pengaruh aliran Wahabi yang sangat kental menjadi rintangan tersendiri bagi Sulaiman dan ulama lainnya, maka ia berpandangan bahwa, pendidikan harus diperbaharui supaya sesuai dengan perkembangan zaman dan salah satu caranya adalah dengan mendirikan wadah yang menaungi sistem pendidikan tersebut.
Dan jika tidak mempunyai wadah maka sistem tersebut akan berdiri secara independen dan itu akan menjadikannya menjadi sangat rapuh, maka iapun mendirikan wadah yang menampung sistem tersebut, dan wadah tersebut ia beri nama Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
Kurang lebih selama 70 tahun Sulaiman atau yang dikenal dengan (Inyiak Canduang) mengabdikan dirinya kepada masyarakat dan umat, sampai tepat pada tanggal 01 Agustus 1970, Syekh Sulaiman Arrasuli wafat pada usia 99 tahun, meninggalkan banyak sekali perjuangan yang mesti dilanjutkan dan melahirkan banyak sekali karya karya yang sampai saat sekarang ini masih dikaji dan dipelajari khususnya di Madrasah Tarbiyah Islamiyah Canduang itu sendiri. (***)