Bukittinggi, bakaba.net — Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi, Prof. Dr. Silfia Hanani, S.Ag., M.Si., menilai penyelenggaraan Annual International Conference on Islam, Science, and Society (AICIS+) 2025 sebagai tonggak penting dalam reposisi pendidikan Islam Indonesia menuju arah yang lebih visioner, kolaboratif, dan berbasis nilai kemanusiaan.
Pernyataan ini disampaikan Rektor menanggapi pandangan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Prof. Dr. Amien Suyitno, dan Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), Prof. Dr. Sahiron, M.A., yang menekankan pentingnya gerakan akademis Islam yang menjawab krisis spiritual dan ekologis dunia, sebagaimana dimuat dalam berita resmi Ditjen Pendidikan Islam, Jum’at (31/10).
Menurut Prof. Silfia, apa yang disampaikan Prof. Amien Suyitno bahwa AICIS+ bukan sekadar konferensi, tetapi gerakan ilmu untuk menjawab krisis spiritual dan ekologis dunia sejalan dengan semangat keilmuan yang dibangun di UIN Bukittinggi.
“Pesan itu sangat relevan dengan arah pengembangan kampus kami. Pendidikan Islam harus mampu membangun kesadaran baru — bahwa spiritualitas, sains, dan ekologi adalah satu kesatuan dalam membentuk manusia beradab,” ujarnya.
Ia juga menyoroti pernyataan Prof. Sahiron yang menyebut bahwa PTKI harus menjadi laboratorium peradaban Islam berkemajuan. Menurutnya, kalimat itu menggambarkan tantangan nyata yang harus dijawab seluruh perguruan tinggi Islam, termasuk UIN Bukittinggi.
“Pernyataan itu adalah panggilan akademik bagi PTKI di daerah. UIN Bukittinggi berkomitmen menjadikan kampus ini sebagai laboratorium sosial dan keilmuan yang menumbuhkan gagasan Islam rahmatan lil ‘alamin, berakar pada budaya lokal, dan relevan dengan tantangan global,” tambahnya.
Prof. Silfia menjelaskan, arah baru AICIS+ yang mengintegrasikan Islam, sains, dan masyarakat dalam dialog global menjadi momentum bagi PTKI untuk memperkuat jejaring riset dan kolaborasi lintas disiplin.
“Kita perlu membangun konektivitas riset antar-PTKI, termasuk dengan universitas umum. Integrasi keilmuan harus diwujudkan dalam praktik, bukan hanya jargon. Itulah semangat AICIS+ yang sesungguhnya,” jelasnya.
Rektor UIN Bukittinggi itu menegaskan bahwa universitas yang dipimpinnya tengah memperkuat arus keilmuan berbasis kearifan lokal Minangkabau sebagai kontribusi unik terhadap percakapan akademik global.
“Kearifan lokal bukan antitesis dari kemajuan sains. Justru di sanalah spiritualitas, budaya, dan ilmu bertemu. Ini yang ingin kami tunjukkan melalui riset-riset dosen dan mahasiswa,” tegasnya.
Prof. Silfia menutup dengan apresiasi terhadap Kementerian Agama atas inovasi penyelenggaraan AICIS+ 2025. “Inisiatif Kemenag melalui Dirjen Pendis adalah langkah strategis untuk memperkuat diplomasi akademik Indonesia. Dari AICIS+, kita belajar bahwa ilmu pengetahuan tidak berhenti pada wacana, tetapi harus menjadi energi untuk membangun peradaban yang damai dan berkeadaban,” pungkasnya. (***)
 
             
                 
                             
                    
                     
                    
                     
                    
                     
                    
                    