Oleh Destia Sastra
Akhir-akhir ini hoak (hook) menjadi hal paling seksi di era perkembangan informasi teknologi saat ini, setidaknya si Hoak ini sudah menjadi tren sejak lima tahun ini. Bahkan hoax sudah menjadi isu global bukan hanya di Indonesia karena menjadi pembahasan dalam World Press Freedom Day (WPFD) yang digelar bertepatan dengan hari kebebasan pers pada 2 – 4 Mei 2017 lalu.
Sebetulnya apa arti dari hoaks itu sendiri? ‘Hoaks’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah berita bohong. Dalam Oxford English Dictionary, ‘hoax’ adalah kebohongan dengan tujuan jahat. Muhammad Alwi Dahlan seorang Ahli Komunikasi menjelaskan hoaks merupakan manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah.
Sementara dalam Kamus Jurnalistik , hoak dapat diartikan sebagai berita bohong ( Libel ) sebagai berita yang tidak benar-benar menjurus pada kasus pencemaran nama baik.
Hoaks merupakan hal yang berbahaya dan dapat merugikan masyarakat. Hoaks merupakan pembunuhan karakter yang berbeda dengan kritik. Hoaks juga berbahaya karena memanipulasi, kecurangan dan dapat menjatuhkan orang lain. Hoaks merupakan tindakan kriminal di wilayah cyber, dan hoaks hadir dari sikap mental yang mengesampingkan integritas.
Dampak dari hoaks dapat membuat masyarakat menjadi mudah curiga dan bahkan membenci kelompok tertentu. Kemudian hoaks dapat menyusahkan atau menyakiti secara fisik orang yang tidak bersalah karena berita yang dimunculkan itu bohong. Hoaks juga dapat memberikan informasi yang salah kepada pembuat kebijaksanaan sehingga keputusan yang diambil dapat merugikan.
Guys kita menyadari Hoax tumbuh dan berkembang sesuai dengan popularitas media sosial. Karena media sosial itu sendiri memungkinan semua orang menjadi penerbit atau penyebar berita, bahkan “berita” yang dibuatnya sendiri, termasuk berita palsu atau tipuan.
Perkembangan teknologi akan terus berkembang dan hal tersebut tidak bisa dihindari. Dengan teknologi yang berkembang dengan sangat cepat, hoax dengan mudahnya muncul dan mencakup masyarakat yang luas. Masyarakat perlu menjadi pengguna media sosial yang bijak sehingga dapat membantu mengurangi penyebaran hoaks yang merajalela dengan tidak membaca artikel hoaks.
Saat ini daerah-daerah terpencil yang dulu tak terjangkau teknologi, kini telah dapat merasakan mudahnya berbagi informasi dengan teknologi. Jika dulu berbagi pesan hanya melalui surat, kini hanya dengan satu aplikasi dapat bertukar kabar dengan sangat cepat
Hal ini membuka peluang generasi milenial mendapatkan semua informasi hanya dengan satu barang saja: smartphone. Dengan kemunculan smartphone, media membuat website online yang memuat artikel. Hal tersebut membuat penyebaran berita menjadi kian cepat dalam hitungan detik.
Terlepas dari semua manfaat dan dampak positif yang diberikan teknologi di atas, teknologi juga membawa pengaruh buruk. Dengan kemajuan teknologi informasi, membuka platform media sosial.
Generasi milenial dalam kegiatan sehari-hari tidak terlepas dari media sosial. Dalam bermedia sosial, semua ‘orang’ menjadi media. Setiap orang dapat mengunggah informasi pada akunnya. Hal tersebut menyebabkan pengaruh buruk pada teknologi, yakni kurangnya kevalidasian informasi yang tersebar melalui media sosial. Informasi dapat saja disalahgunakan oleh sejumlah pihak untuk melakukan kegiatan yang merugikan, seperti penipuan, cyber bullying, hingga penyebaran hoaks.
Untuk menangkal hoax, menurut Kadis Kominfo Tanah Datar Drs Abrar, perlu peran pers yakni dengan menyajikan pemberitaan yang benar, sesuai fakta, dan berimbang. Pers harus netral, jangan hanya ingin mendapat perhatian, menunjukkan simpati berlebihan tambahnya
Media harus tegas menjunjung profesionalisme pers. Pers harus independen, memihak kebenaran dan kepentingan rakyat, serta tidak takluk pada kepentingan pemodal.
Era kebebasan pers yang ditandai dengan UU Pers No 40/1999 bukan hanya mengatur ruang dalam pola melaporkan fakta, tetapi juga latar belakang kepentingan di balik industri pers.
Ketika publik menganggap bahwa kebebasan pers mulai tercemar oleh kekuatan modal atau kekuatan politik pemodal maka kepercayaan publik akan tergerus. Kondisi ini mendorong sikap memilih alternatif sumber informasi lain.
Untuk itu media harus mampu menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan memihak kebenaran guna membendung hoax yang masif diproduksi dan beredar luas di media sosial (medsos).
Peran media sangat besar membendung hoax dari medsos. Kuncinya, mereka harus mampu mengedukasi publik dengan berita yang akurat, berimbang dan memihak kebenaran.
Pakar ilmu komunikasi publik Unand Drs. Najmuddin Muhammad Rasul Pd. D mengatakan untuk mengatakan hoaks termasuk sumber informasi non formal. Untuk itu seorang pemimpin bersama timnya harus mengalisa hoak sehingga apapun bentuk adalah usefull. Tetapi di Indonesia hoak justru dijerat UU ITE.
“Bagi saya apapun bentuk informasi adalah usefull”, tutup pakar komunikasi ini.