BAKABA | Bangun Karakter Bangsa

Iran, Kami Bertahan Dengan Alam Yang Disediakan Allah

Bagian Ketiga

Oleh Dr. GAZALI
Direktur Pascasarjana IAIN Bukittinggi

KARPET, rajutan benang yang berwarna warni ini diproduksi di provinsi Isfahan, walaupun ada beberapa daerah lain yang memproduksi secara tradisional (handmade). Pertama kali kami digiring oleh pemandu (Dr. Ibadi, lulusan Ph.D dari United Kingdom), ke pabrik karpet di Isfahan.

Direktur perusahaan menjelaskan produksi dari lokasi gudang benang yang berbuntal-buntal, ke ruang produksi (kebetulan sedang ada pengerjaan satu helai karpet besar), dan ke ruang finishing, dimana karpet di sortir bagian yang kurang bagus, atau ada kesalahan dalam motif dan corak, walaupun pengerjaan produksinya sudah menggunakan computer (seperti mesin border di sentra brodir tapi karena yang dibuat karpet, maka mesinnya berukuran raksasa).

Terakhir kami diajak ke ruang pameran, dimana pengunjung dapat membeli secara langsung, untuk ukuran yang bisa ditenteng, atau memesan ukuran jumbo, dan perusahan akan mengirim ke Negara pemesan sampai ibukota Negara saja, selanjutnya melalui perantara dikirim ke alamat lengkap.
asyarakat Iran, khususnya pengrajin karpet, terbukti, tidak alergi dengan tekhnologi, dengan cepat mereka melakukan inovasi dalam industry karpet ini sehingga menjadi komoditi ekspor.

Bila dibandingkan dengan beberapa daerah sentra kerajinan yang ada di Indonesia, yang masih bertahan dengan “keaslian” pekerjaan mereka, seperti tenun di pandai siket sumatera barat, batik di Jawa (sehingga ada satu toko batik di jogya yang melarang mengunjung membawa alat elektronik ke toko mereka karena takut, motif dan coraknya diprosuksi secara masal oleh pabrik-pabrik).

Akan tetapi apabila kita menginginkan karpet yang dikerjakan secara tradisional, bisa didapatkan di galeri-daleri karpet yang terdapat di areal jalan menuju masjid Isfahan yang sangat mewah dan indah, lengkap dengan peralatan tenun karpetnya.

KESENIAN, sepertinya masyarakat Iran menggabungkan seni dan olahraga. Kami diajak mengunjungi satu lokasi pertunjukan kesenian di daerah Qom, dimana tersedia panggung yang cukup sederhana, dengan alunan music yang “heboh.

“Karena pertunjukan yang akan kami tonton cukup ekstrim. Ibaratnya seperti meonton pertunjukan “randai di Sumatera Barat”, kita berkeliling menyaksikan anak randai menari-nari dan diiringi alunan music serta petatah-petitih anak dendang (ralat kalo ada kesalahan).

Jenis keseniannya adalah tarian dengan menggunakan beban yang berat. Setiap penari ditugaskan mengagkat beban sesuai dengan ukuran tubuhnya; anggota penari dari tingkatan umur, sejak dari anak-anak sampai dewasa. Setelah selesai melakukan angkat beban mereka lanjutkan dengan relaksasi sambil menari-nari.

Dalam bayangan saya, kesenian/ olah raga inilah yang menjadi cikal bakal atlet, angkat berat dan gulat Iran dalam mendulang mendulang emas di disetiap olyimpiade.

Sama halnya ketika Indonesia mendulang 15 emas dalam pesta olahraga tingkat Asia dalam cabang Pencak Silat, kantong-kanong perguruan silat di tanah air menjadi sumber atlet nusantara. Pembinaan? Hah jauh, mereka sudah ada sejak alam ini terkembang, silahkan tuai ketika anda butuh.

KULTURAL, kenapa saya memilih kata kultural, karena kosa kata budaya sepertinya tidak akan dapat menggenggam penjelasan berikut ini.

Baru-baru ini Iran baru saja menukar kekayaan minyaknya dengan satu Negara yang diambang bangkrut dengan berton-ton emas, kayakan Iran.

Tapi kita tidak akan pernah melihat gaya hidup glamour masyarakat Iran, mantan presidennya “sangat santuy” naik Bis Kota setelah tidak menjabat lagi jadi Presiden (Ahad Dinejad), tanpa harus membawa pulang mobil dinas yang pernah dipakai atau membeli dengan harga lelang.

Di jalan-jalan kita hanya akan menyaksikan mobil buatan Jerman “VW” mobil rakyat, tapi tetap nyaman dan aman untuk dikendarai di empat musim.

Di setiap provinsi kitan akan mendapati perguruan tinggi yang mengasah akal, hati, dan jiwa masyarakatnya, tanpa kehilangan identitas sebagai orang Persia. Dalam perjalanan dari Dubai ke Iran saya satu pesawat dengan seorang Ibu dan anak Perempuannya yang baru kembali pelesiran ke Bali,

“Waw”, Bali nice katanya. Tapi lebih nice busana yang digunakan oleh anak perempuan Ibu ini. Ketika pramugari menawarkan makanan kepada saya coba memesan “wine” untuk oleh-oleh kalau kembali ke Indonesia.

Si perempuan mengingatkan saya, kalo anda akan bermasalah di imigrasi apabila kedapatan membawa minuman keras, tapi kenapa disedikan di pesawat, itu hanya untuk konsumsi di udara saja katanya.

Ketika berkunjung ke Monas Iran, yang tingginya ke dua setelah menara trtinggi di dunia, saya kelehan menunggu teman-teman di pelataran parkir (akibat rutinitas yang sangat padat), tanpa saya kira, sepasang orang tua memperhatikan saya dalam waktu yang cukup lama, sehingga dia mendekati saya dan menyodorkan seluruh bekal yang dibawanya (susu, air mineral, roti 2 bungkus besar), setelah berkenalan dia memberikan kartu namanya dan mengundang saya untuk “ diner “ ke rumahnya.

Pesan salah satu Rektor Pergurun Tinggi Sain di Qom kepada kami dari seluruh dunia” tolong sampaikan kepada saudara-saudara kita dimana saja, kami di Iran baik-baik saja, kami bisa bertahan dengan alam yang disediakan oleh Allah swt, kami bisa hidup dengan akal yang diberikan oleh Sang Pencipta dan kami akan kembali kepada-Nya dengan keyakinan yang kami anut”. Selesai. (***)

Exit mobile version