Jakarta, bakaba – Bercerita tentang songket Minangkabau tidak akan pernah habisnya bahkan akan menjadi bahan cerita yang sangat menarik khususnya bagi pecinta atau kolektor songket. Bagaimana tidak songket Minang yang selalu tampil dalam setiap kegiatan adat itu tidak hanya menawan dan elegan tetapi juga unik. Unik dengan motif-motifnya yang mengandung falsafah hidup atau ayat-ayat yang sengaja dituangkan pada setiap jalinan benangnya oleh jemari-jemari lentik perempuan Minang dengan kesabaran penuh menjalin setiap helai benang demi benang.
Saat ini bakaba mengajak pembaca mengenali kegunaan songket-songket itu sendiri. Kenapa ini menjadi hal yang menarik untuk di ulas, karena setiap motif pada songket tidaklah sama begitu juga kegunaannya. Ada songket yang hanya digunakan untuk ritual adat pernikahan, pemakaman, melewakan gala, manjapuik marapulai atau ritual adat lainnya. Bahkan ada songket yang diperuntukan khusus untuk para raja-raja maupun datuak-datuak pucuak.
Puan Puti Reno Sativa Sutan Aswar kepada bakaba.net menuturkan songket menjadi perangkat pendukung acara-acara adat yang bersifat komunal salah satunya untuk prosesi “Batagak Panghulu”. Batagak pengulu merupakan acara pengangkatan gelar yang diberikan oleh pengulu pucuak dengan gelar datuak.
Seorang pengulu mempunyai tugas dan kewajiban kepada anak kemenakannya dari garis ibu, hal ini karena Minangkabau menganut sistem matrilineal.
Dalam songket hal itu tergambar dengan motif “Kaluak Paku”, kaluak paku ini tidak hanya terdapat pada motif songket, tetapi juga pada ukiran di rumah adat, sulaman pada penutup dulang.
Kaluak paku itu sendiri mempunyai makna tentang hak keponakannya terhadap bimbingan mamaknya, sedangkan anaknya sendiri hanyalah dipangku.
Selanjutnya Atitje menuturkan pengunaan songket dalam prosesi “Malam Ba’inai” atau prosesi adat untuk anak perempuan yang akan menentukan masa lajangnya atau yang biasa disebut anak daro. Anak daro ini akan berjalan diatas songket menuju pelaminan, sementara semua kerabat pengantin yang terlibat dalam prosesi adat memakai pakaian adat songket, tekuluk tanduk dan tentunya perlengkapan adat lainnya.
Atitje sang mastreo songket dan kain tradisional ini mengatakan dalam pernikahan kedua penganten minang dan orang tua mempelai menggunakan songket balapak, songket balapak ini terlihat sangat mewah karena hampir semua permukaan songket dipenuhi warna kuning emas, warna yang sangat sakral di Minangkabau sedangkan dua orang pengiring penganten memakai songket bertabur atau lebih sederhana.
Para tamu undangan yang hadir juga menggunakan songket yang berbeda antara perempuan yang sudah menikah atau masih gadis. Hal ini ditandai dengan kebaya panjang untuk perempuan minang yang sudah menikah, sedangkan anak gadis minang menggunakan baju kuruang basibah.